Dari Partai Islam, Tapi Menikam Umat Islam


Suatu kali saya pernah share sebuah link berita di facebook yang mengabarkan tentang seorang presiden yang berasal dari sebuah partai Islam besar di Timur Tengah. Link tadi mengabarkan tentang ditutupnya sebuah terowongan oleh rezim presiden dari partai Islam tersebut, padahal terowongan itu merupakan penghubung yang amat penting bagi kaum muslim untuk mendapatkan bahan makanan dan pengobatan guna bertahan hidup dari blokade zionis Israel.

Presiden dari partai Islam ini punya akhlak yang mulia. Dia gemar puasa sunnah senin-kamis, dan bahkan hafal Quran. Subhanallah sekali. Kenyataan ini kemudian mengundang komentar yang cukup beragam pada link yang saya share tadi. Ada yang berkomentar, “Kita harus husnuzhon kepada sesama muslim, jangan sampai kita menyangka sesuatu yang belum tentu benar. Siapa tahu presiden itu sedang bekerja keras untuk menegakkan Islam.” Dan banyak lagi komentar yang senada.

Salah seorang rekan saya, Ustadz Agus Trisa, memberikan komentar yang cukup inspiratif tentang hal ini. Ia menjelaskan bahwa hukum husnuzhon (berbaik sangka) dan su’uzhon (berburuk sangka) itu hanya ada pada sesuatu yang statusnya masih zhon (dugaan). Untuk sesuatu yang bukan zhon, tentunya yang harus kita lakukan adalah mengambil keputusan hukum yang tepat tentangnya sesuai dengan pandangan syara’.  Seseorang tentunya dinilai dari hal zhorir (yang tampak) dari dirinya, yaitu tindakan-tindakannya, dan bukan apa-apa yang ada di dalam hatinya. Sebab syariat Islam menilai amal perbuatan manusia (yang tampak).

Kalau sang presiden dari partai Islam itu gemar puasa sunnah dan hafidz Quran, pertanyaan selanjutnya adalah kenapa dia melakukan itu kepada umat Islam? Bukankah tindakan itu amatlah zhalim? Apa gunanaya hafalan Quran-nya selama ini kalau dia melakukan tindakan seperti itu? Ada lagi yang berkomentar, bahwa bisa jadi semua itu bukanlah keinginannya, bisa jadi dia sendiri sebenarnya ingin menyelamatkan sesama muslim. Oke, kalau memang benar begitu, kenapa presiden dari partai Islam ini tidak melakukannya (menyelamatkan sesama muslim), tapi kenapa malah dia melakukan yang lain (menutup terowongan itu)? Bukankah dia punya kuasa? Lalu ngapain aja dia duduk di kursi kepresidenan yang terhormat itu kalau ternyata dia tidak bisa mengambil kebijakan apa-apa. Kebijakan presiden dari partai Islam ini jelas adalah sebuah kemaksiatan dan kezaliman yang nyata.

Kadang-kadang kita silau dengan hal-hal yang bersifat kulit, sehingga lupa dengan hal-hal yang bersifat inti. Mungkin kita ingat dengan apa yang dilakukan negeri ini ketika Obama datang. Hanya karena dia pernah sebentar tinggal di Indonesia, bisa menyebut nasi goreng, pernah makan bakso dan sate, kemudian kita semua duduk manis di hadapannya dan mendengarnya berceramah, kita mempersembahkan senyum kepadanya dan rela berjabatan tangan dengannya. Kita semua lupa bahwa dia adalah musuh kaum muslim yang tidak henti membunuhi dan menganiaya kaum muslim, tangannya masih basah oleh darah kaum muslim.

Kasus Obama di atas dengan kasus presiden dari partai Islam tadi bisa kita pandang sebagai kemiripan jika dilihat dari bagaimana sikap kaum muslim terhadapnya. Hanya karena hal-hal kecil yang dilakukan kedua presiden tadi, kaum muslim melupakan hal-hal besar. Kenyataan bahwa presiden dari partai Islam tadi suka puasa sunnah dan hafizh Quran sebenarnya hanyalah hal kecil jika dibandingkan dengan tindakannya menutup terowongan jalur suplai bagi kaum muslim. Menutup terowongan itu jelas sebuah tindakan yang berdampak besar bagi kaum muslim. Rasulullah saw sendiri menyatakan dalam hadisnya bahwa tidak akan pernah masuk surga seorang pemimpin yang menyusahkan kaum muslim. Wallahu a’lam.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.