Trailer Ghazi 3: The Howling of Wolf, The Eyesight of Eagle

Ghazi 3: The Howling of Wolf, The Eyesight of Eagle.
Ghazi 3: The Howling of Wolf, The Eyesight of Eagle.

Novel Ghazi jilid 3 sedang dalam tahap produksi. Mohon doa kawan-kawan agar berjalan lancar dan maksimal. Berikut ini sedikit trailer novel Ghazi 3: The Howling of Wolf, The Eyesight of Eagle.

Episode 23
Valea Draganului

Pasukan Hungaria itu mendekati tepian sungai. Mereka ingin cepat-cepat melintasi sungai itu sambil mencuci muka atau mengisi kantung-kantung air mereka yang telah mengering. Air memang membawakan kehidupan bagi jiwa-jiwa yang kehausan.

Hunyadi menggerakkan kudanya untuk mendekati Sigismund. Ada sesuatu yang hendak dibicarakannya.

“Yang Mulia,” katanya, “lebih baik kita mendirikan kemah dan bermalam di sepanjang lembah ini. Sebab hari telah semakin sore. Akan cukup berbahaya jika kita kemalaman di dalam hutan. Besok pagi-pagi sekali kita lanjutkan perjalanan! Jika tidak ada halangan, kita akan tiba di pusat Transylvania setelah berjalan seharian.”.

Sigismund mengangguk. “Baiklah, lakukanlah apa yang kau anggap perlu!”.

Hunyadi baru saja hendak melecut kudanya untuk memberi perintah kepada seluruh pasukan, ketika Barbara mengarahkan telunjuknya lurus ke depan.

“Tunggu! Lihatlah!” Serunya.

Serta-merta Hunyadi mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi untuk memberi tanda agar seluruh pasukan berhenti melangkah. Semua orang menatap ke depan, ke arah yang ditunjuk Barbara.

Di sana, di seberang sungai yang mengalir dengan tenang itu, ada dua orang prajurit yang menunggang kuda. Semua pandangan mata milik orang-orang yang ada di barisan terdepan pasukan Hungaria itu tertuju ke sana. Semuanya bertanya-tanya tentang siapakah kedua prajurit berkuda itu. Tiba-tiba Hunyadi menyadari sesuatu.

“Turki Utsmani,” gumamnya.

Sigismund menoleh kepada Hunyadi sambil membelalak. Kemudian dia kembali mengarahkan pandangannya kepada kedua prajurit berkuda yang ada di seberang sungai.

Di hadapan Kaisar Romawi Suci dan seluruh pasukannya, ada dua orang prajurit berkuda. Mereka adalah prajurit Janissari Turki Utsmani dengan pakaian seragamnya yang khas. Topi tinggi yang bagian belakangnya menjuntai hingga ke punggung terpasang di kepala mereka. Seragam merah Janissari di tubuh mereka dilapisi baju zirah yang gagah. Masing-masing mereka menggenggam sebatang tombak panjang dengan bendera yang berkibar megah di ujungnya. Salah seorang prajurit memegang bendera merah berlambang bulan sabit dan bintang, bendera Turki Utsmani. Seorang prajurit yang lain memegang bendera hitam bertuliskan Kalimah Syahadat, itulah panji perang Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam. Mereka menatap tajam kepada seluruh pasukan Hungaria.

“Tak salah lagi,” kata Hunyadi, “mereka adalah prajurit Janissari, pasukan elit Turki Utsmani!”.

“Mengapa ada orang Turki di tempat seperti ini?” Sigismund gusar alang kepalang.

“Kemungkinannya hanya satu, Yang Mulia, berarti Transylvania telah berada di bawah kendali mereka,” sahut Hunyadi.

“Apa yang harus kita lakukan?” Tanya Barbara.

“Hancurkan saja mereka,” kata Sigismund sambil mengacungkan telunjuknya. Matanya membelalak, dia benar-benar gusar. “Tembak mereka dengan panah. Bunuh mereka.”

“Sabar dulu, Yang Mulia, kita tidak boleh bertindak gegabah,” kata Hunyadi. Dia mengangkat tangannya dan berusaha menenangkan rajanya. “Kehadiran mereka pasti telah direncanakan dengan matang, dan mereka pastilah bukan orang-orang sembarangan. Kita tidak boleh salah bertindak, atau kita sendiri yang akan hancur!”.

“Mereka cuma berdua, Jonas, kita bisa memusnahkan mereka dengan mudah,” serapah Sigismund.

“Yang Mulia, itu tidak mungkin. Sama sekali tidak mungkin. Di belakang mereka pasti sudah ada ratusan bahkan mungkin ribuan tentara Turki Utsmani. Di balik semak-semak dan pepohonan itu pasti mereka sedang menunggu. Mungkin mereka terlihat hanya berdua, tapi kenyataannya pasti tidaklah begitu. Kita tidak boleh bertindak gegabah.”

“Lantas apa yang harus kita lakukan, Jenderal?” Tanya Cesarini. Dia tak kalah galau dengan Sigismund.

“Kita harus tenang, jangan bertindak terburu-buru,” Hunyadi menatap tajam kepada dua orang pasukan Turki di seberang sungai, kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar lembah itu.

Pasukan Hungaria sudah ribut menyoraki kehadiran prajurit Turki Utsmani itu. Segala sumpah serapah dan caci-maki terlontar deras dari mulut-mulut mereka. Namun segala hal tidak berguna itu tak dihiraukan oleh kedua prajurit Turki Utsmani tadi. Mereka tetap duduk tegap dan tenang di atas pelana kuda mereka sambil menatap tajam kepada seluruh pasukan Hungaria.

“Apa yang mesti kita lakukan, Jonas?” Sigismund sudah tidak sanggup menahan kerisauannya, emosi, dan amarahnya. “Mereka tegak dengan kesombongan di hadapan kita, lantas apakah kita mesti diam saja?”

“Tidak, Yang Mulia,” kata Hunyadi, “kita tidak akan diam saja. Aku akan mencari tahu apa yang mereka inginkan!”

Hunyadi menjalankan kudanya menghampiri tepi sungai. Sekarang, yang memisahkannya dengan kedua prajurit Turki Utsmani itu hanyalah aliran air sungai.

“Apa yang kalian inginkan?” Hunyadi mendongak dan menguatkan suaranya agar terdengar ke seberang.

Prajurit Muslim yang membawa panji Rasulullah menggerakkan kudanya lebih dekat ke tepi sungai. Suaranya menggelegar seisi lembah.

“Wallachia dan Transylvania telah berada di bawah perlindungan Islam. Kami menyeru kepada kalian semua, untuk berpegang teguh pada kalimat yang satu. Sebuah kalimat yang kokoh yang akan menyatukan kita semua,” tangan prajurit Turki itu terangkat, telunjuknya tegak menikam langit. “Sembahlah Allah, Tuhan yang satu, Dialah Tuhan semesta alam, Tuhannya Yesus Kristus dan Muhammad shalallahu‘alayhi wasallam. Jangan menyekutukan Dia dengan sesuatu apapun. Taati semua perintahNya, dan jauhi segala laranganNya. Berpegangteguhlah kepada Islam sebagai risalah terakhir dari Tuhan semesta alam!”

Desir angin membawa seruan suci itu kepada seluruh pasukan kafir. Dan seruan yang amat mulia itu hanya membuat hati mereka semakin bebal. Hunyadi tersenyum mengejek.

“Bagaimana kalau kami tidak mau?” Tanyanya.

“Pulanglah kalian ke rumah-rumah kalian. Sesungguhnya Wallachia dan Transylvania telah berada di bawah perlindungan Islam. Kami akan menerapkan syariat Islam di sana dan akan kami sejahterakan seluruh penduduknya sebab Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Kelak, kami akan datang ke negeri kalian untuk membebaskan kalian dari seluruh sistem dan aturan kufur yang menyengsarakan kalian. Insya Allah.”

“Kalau kami tetap tidak mau?” Hunyadi kembali memampang senyum mengejek.

Prajurit Janissari itu membelalak dan menyeringai kepada Hunyadi. Bendera hitam di ujung tombaknya berkibar diembus angin. Dia bicara dengan penuh ketegasan.

“Kalau kalian tetap tidak mau, kami yang akan memulangkan kalian… … ke Neraka!”.

Hunyadi menelan ludah. Dia tahu persis bahwa ancaman tentara Janissari itu bukan sekadar bualan. Seluruh pasukan Hungaria berada di dalam posisi yang tidak menguntungkan. Mereka sama sekali tidak bisa melihat di mana musuh mereka. Yang ada di hadapan mereka hanya dua orang tentara Janissari. Ancaman dari tentara Janissari itu berlanjut.

“Aliran sungai di lembah ini adalah pembatas antara kalian dengan pintu Neraka. Jika kalian berani menyeberangi sungai ini, berarti kalian telah mempersiapkan diri untuk mati sia-sia dan masuk Neraka.”

Setelah mengabarkan sebuah kabar gembira dan memberi peringatan, kedua tentara Janissari itu berbalik dan pergi. Mereka berjalan menuju lereng gunung dan lebatnya hutan menelan mereka. Mereka sudah menghilang dari pandangan. Yang tertinggal adalah kesunyian Valea Drăganului dan seluruh pasukan Hungaria yang bertanya-tanya.

Hunyadi kembali kepada Sigismund dengan raut wajah yang keruh. Kegalauan berhamburan dari seluruh tubuhnya.

“Mereka menyeru kita masuk Islam,” kata Hunyadi. “Jika kita menolak, mereka meminta kita untuk pulang saja, sebab Wallachia dan Transylvania telah berada di bawah perlindungan mereka.”

“Semua itu tidak akan mungkin terjadi,” Sigismund meninju telapak tangannya sendiri.

“Jika kita menyeberangi sungai ini, perang akan pecah,” kata Hunyadi.

“Bukankah itu yang kita inginkan?” Sigismund ketus.

Hunyadi melempar pandang ke lereng gunung di seberang sungai. Jika hendak maju terus, mereka harus menyeberangi sungai itu dan mendaki lereng gunung agar tiba di Transylvania. Hunyadi yakin benar, walaupun terlihat sunyi, lereng gunung itu telah dipenuhi oleh tentara Turki Utsmani.

“Aku tidak menyangkal semua itu, Yang Mulia,” katanya. “Hanya saja, yang jadi masalah, kita tidak bisa melihat musuh kita. Dan hal itu menjadi kelemahan bagi kita.”

“Kita tidak perlu khawatir, tuhan Yesus Kristus berserta kita.” Kata Sigismund. “Sekarang perintahkan seluruh pasukan untuk menyeberangi sungai. Kita harus merebut kembali tanah Kristendom yang terampas.”

Tak ada lagi pilihan lain. Hunyadi mencabut pedangnya dan berteriak lantang.

“DEUSSS VUUUULLLTTT!!”.

Berpulangnya Sultan Muhammad al Fatih

Potret Muhammad al Fatih oleh Gentile Bellini.
Potret Muhammad al Fatih oleh Gentile Bellini.

Bulan April hingga Mei adalah bulan Penaklukan Konstantinopel. Yuk kita ngobrol tentang Sultan Muhammad al Fatih sang penakluk Konstantinopel.

Pada suatu ketika, tahun 1480 Masehi, sultan Muhammad al Fatih telah berhasil menaklukan sebuah kota di ujung Italia, bernama Otranto. Namun tak lama kemudian, beliau segera mempersiapkan kembali pasukan perang yang amat kuat, yang kualitas dan jumlahnya ditingkatkan lebih tinggi daripada penaklukan-penaklukan beliau sebelumnya. Tidak ada satu orang pun yang tahu ke manakah gerangan pasukan perang yang sedang dibangun ini akan digerakkan. Ini memang kebiasaan beliau, selalu merahasiakan tujuan penaklukan beliau selanjutnya. Yang mengetahuinya hanya diri beliau sendiri dan Allah swt.

Namun kaum Kristen Eropa mengetahuinya. Mereka tahu betul bahwa setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel, sutan Muhammad al Fatih pasti akan menaklukkan Roma, sebagaimana janji Rasulullah saw. Dan sultan Muhammad al Fatih telah berhasil menaklukkan Otranto, pasukan besar kali ini pastilah akan beliau arahkan ke untuk menaklukkan Roma. Kalau bukan ke sana, lalu ke mana lagi? Karena didorong oleh kengerian itu, Paus Sixtus IV tega meninggalkan rakyatnya di Roma dan melarikan diri ke Avignon (sebuah kota di selatan Prancis). Setiap hari kaum Kristen berdoa di gereja-gereja dan kapel-kapel.

Ketika pasukan perang untuk menaklukkan Roma itu akan bergerak dari Uskudar, Sultan Muhammad al Fatih jatuh sakit. Penyakit radang sendi yang telah beliau derita sejak tahun 1470 semakin parah. Namun semua itu tidaklah beliau hiraukan. Beliau tetap berangkat berjihad bersama pasukan beliau menuju Roma. Sayangnya, Allah berkehendak lain. Allah memanggil beliau pada tanggal 3 Mei 1481, dalam usia 49 tahun.

Kabar wafatnya Sultan Muhammad al Fatih kemudian tersebar. Duta besar negara eropa pertama yang mengetahui kabar ini berasal dari Venesia, Nicollo Cocco. Kemudian dia mengirim kabar kepada Diego Giovanni Mocenigo, Doge (istilah untuk pemimpin) Venesia, yang tiba tanggal tanggal 29 Mei 1488. Saat akan mengantarkan surat itu, sang kapten bersorak di hadapan Doge, “La grande aquila e’morta!” (elang yang perkasa itu sudah mati). Setelah membaca kabar lengkapnya dari surat yang dikirim Cocco, Doge langsung memerintahkan untuk membunyikan lonceng Marangona, lonceng besar yang ada puncak menara San Marco. Lonceng spesial itu hanya dibunyikan ketika ada momen-momen spesial, seperti matinya seorang doge, menangnya armada Venesia melawan musuh, dll. Dan wafatnya Sultan Muhammad al Fatih dijadikan sebagai salah satu momen khusus yang layak diapresiasi dengan membunyikan Marangona. Tak lama kemudian seluruh lonceng gereja berdentang bersama Marangona untuk memperingati wafatnya sang Grande Turco (orang Turki yang agung).

Berita wafatnya Sultan Muhammad al Fatih pun sampai juga ke telinga Paus Sixtus. Dia segera kembali ke Roma dan menembakkan meriam dari Castel Sant’Angelo, sebuah benteng besar di Tiberius di dekat Basilika Santo Petrus dan Vatikan. Seluruh lonceng dibunyikan dan Paus memimpin prosesi panjang yang melibat seluruh kolose kardinal dan seluruh duta besar dari Basilika Santo Petrus menuju gereja Santa Maria del Popoli. Perayaan meriah digelar selama tiga hari. Ketika berita itu sampai di belahan Eropa yang lain, perayaan-perayaan itu diulangi lagi di sana. Eropa gemetar dan tenggelam dalam euforia, ketika mendengar kabar bahwa Sultan Muhammad al Fatih wafat.

Hal ini menggambarkan kepada kita betapa disegani dan diperhitungkannya beliau sebagai seorang muslim. Setiap gerak beliau begitu menggetarkan kekufuran. Kita akan kembali memiliki pemimpin seperti beliau jika Khilafah Islamiyah kembali ditegakkan. Insyaallah dalam waktu dekat.

Sultan Muhammad al Fatih Tertarik Pada Kristen?

Potret Muhammad al Fatih oleh Gentile Bellini.
Potret Muhammad al Fatih oleh Gentile Bellini.

Bulan April hingga Mei adalah bulan Penaklukan Konstantinopel. Yuk kita ngobrol tentang Sultan Muhammad al Fatih yang telah berhasil mewujudkan janji suci Rasulullah saw. yakni Penaklukan Konstantinopel tahun 1453.

Sejarah memang milik siapa yang menulisnya. Dengan kata lain, seperti apakah gambaran sejarah tentang suatu hal, bergantung dari sudut pandang serta latar belakang penulisnya. Begitu juga halnya dengan sejarah Sultan Muhammad al Fatih. Berbagai catatan sejarah, laporan, dan pandangan melingkupi tubuh penakluk besar Islam ini. Ada catatan-catatan sejarah yang baik dan mulia tentang dirinya, dan ada juga berbagai laporan yang buruk, terutama laporan dari kafir Barat. Dan terus terang, laporan-laporan sejarah tentang Muhammad al Fatih yang berasal dari kafir Barat membuat saya shock. Mereka menggambarkan betapa buruknya sosok beliau. Dalam tulisan ini marilah sedikit kita bicarakan tentang bagaimana pandangan buruk kafir Barat terhadap diri beliau yang telah dinobatkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai komandan terbaik sepanjang masa.

Muhammad al Fatih telah dianggap sebagai teror terbesar di dunia Kristen Eropa. Gerakan futuhat beliau yang amat agresif dan massif membuat orang-orang Kristen ketakutan setengah mati, sebab secara cepat mereka terus kehilangan wilayah-wilayah mereka. Karena hal ini, tiga orang Paus silih berganti mendeklarasikan Perang Salib kepada beliau. Kebencian yang sedemikian besar itulah yang amat memengaruhi berbagai catatan dan laporan dari Barat yang sedemikian buruk terhadap Sultan Muhammad al Fatih.

Paus Pius II menyebut beliau sebagai “naga beracun”, dan pasukannya dia sebut “gerombolan haus darah” yang menyerbu dunia Kristen. Paus Nikolas V menyebutnya sebagai “putra Iblis pembawa kebinasaan dan kematian.” Terlihat sekali betapa bencinya kaum Kristen terhadap Sultan Muhammad al Fatih.

Ketika Konstantinopel baru saja berhasil ditaklukkan, disebutkan bahwa Sultan Muhammad al Fatih memerintahkan pasukannya untuk menjarah kota dan melakukan apapun yang disukai oleh pasukannya itu selama tiga hari. Karena hal ini kehancuran total terjadi di dalam kota. Orang-orang dibunuhi dan para wanita diperkosa. John Freely dalam biografinya tentang beliau mengutip bahwa para pencatat sejarah Yunani dan Italia menuliskan bagaimana tentara Turki membunuh mereka yang tidak diperbudak, dan merampok harta peninggalan di Aya Sofya dan gereja-gereja lainnya, menjarah istana kekaisaran dan rumah-rumah orang kaya. Kritovoulos, seorang pencatat sejarah asal Yunani, menyatakan bahwa hampir 4000 orang dibantai pada penaklukan itu dan setelahnya, lebih dari 50.000 orang warga diperbudak, kota itu hampir tak memiliki apa-apa lagi karena dijarah.

Padahal jika kita merujuk kepada catatan-catatan lainnya, kejadiannya tidak seperti itu. Ustadz Felix Siauw dalam karya brilliannya yang berjudul Muhammad al Fatih 1453 menggambarkan bahwa dengan kemurahan hatinya, Sultan Mehmet menebus para tawanan Bizantium dengan uang dari kantongnya sendiri. Dr. Ali Muhammad ash Sholabi dalam karyanya Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah pun menggambarkan bahwa Sultan Muhammad al Fatih mengirimkan pasukan khusus Janisari untuk melindungi gereja, para warga, dan rumah-rumah, agar tidak dijarah dan bisa selamat dari huru-hara penaklukan. Sultan Muhammad al Fatih pun tidak pernah melakukan pembantaian massal seperti yang dituduhkan itu. Warga sipil yang tidak terlibat di dalam perang dilindungi.

Podesta (semacam gubernur) Genoa, Angelo Lomellino, sebulan setelah Konstantinopel ditaklukkan, menulis surat kepada adiknya yang menggambarkan tentang kejatuhan Konstantinopel. “Kesimpulannya dia menjadi begitu kurang ajar setelah penaklukan Konstantinopel sehingga melihat dirinya tak lama lagi akan menjadi penguasa seluruh dunia dan bersumpah di depan umum bahwa dalam waktu kurang dari dua tahun dia berniat akan mencapai Roma dan … kecuali orang-orang Kristen segera mengambil tindakan kemungkinan besar dia akan melakukan berbagai hal yang akan membuat mereka terperangah.”

Mellissourgos mencatat bahwa Sultan Muhammad al Fatih mengangkat Gennadios Scholarios sebagai pemimpin gereja Ortodoks Yunani setelah penaklukan dan memberikan Gereja Rasul Suci sebagai kantor bagi Gennadios. Beberapa kali beliau mengunjungi Gennadios dan berdiskusi tentang Kekristenan dengannya. Karena kunjungan-kunjungan inilah beredar kabar bahwa beliau tertarik dengan agama Kristen (padahal bisa jadi kunjungan-kunjungan Muhammad al Fatih adalah untuk mendakwahi Gennadios agar memeluk Islam). Seorang Italia yang tinggal di Galata bernama Teodoro Spandugnino menyatakan bahwa beliau kerap kali menyembah relic peninggalan Kristen dan selalu menyalakan lilin di hadapan mereka. Laporan tentang ketertarikan Muhammad al Fatih terhadap agama Kristen juga dilaporkan oleh Bapa George dari Muhlenbach yang menjalani hidupnya antara tahun 1438-1458 sebagai tahanan Turki. Bapa George menulis: “Para saudara Fransiskan yang tinggal di Pera (Galata) meyakinkan diriku bahwa dia [Mehmet] datang ke gereja mereka dan duduk di dalamnya untuk menghadiri upacara dan pengorbanan dalam Misa. Untuk memuaskan rasa penasarannya, mereka memesankan biskuit tidak suci untuknya berdasarkan permintaan tuan rumah, karena mutiara tidak boleh disajikan terhadap seekor babi.” Giovani Maria Angiollelo, seorang tahanan Italia di Turki, menuliskan bahwa Beyazit (anak pertama Mehmet) sering didengar mengatakan “ayahnya sangat dominan dan tidak percaya pada Nabi Muhammad.”

Jelas sekali semua pandangan ini mengada-ada. Karena keimanan kita kepada kenabian Rasulullah saw. akan dengan otomatis menolak semua pandangan itu. Dengan jelas Rasulullah bersabda bahwa komandan yang menaklukkan Konstantinopel adalah komandan terbaik dalam sebuah hadisnya yang sudah sama-sama kita ketahui. Maksud terbaik di sini pastinya bukan hanya terbaik dalam hal strategi militer dan pertempuran, tapi dalam ilmu dan keimanan. Berbagai sejarawan muslim menggambarkan betapa hebatnya keimanan dan ibadah yang dilakukan Sultan Muhammad al Fatih. Beliau tidak pernah meninggalkan solat tahajud dan solat rawatib, beliau juga selalu dekat dengan para ulama. Dengan demikian tidaklah mungkin beliau tertarik dengan agama Kristen.

Sejarawan Prancis, Phillipe de Commines, mengatakan bahwa Sultan Muhammad al Fatih terlalu memuaskan hawa nafsunya dalam apa yang dia sebut “les plaisairs du monde”, dan dia mencatat bahwa “tidak ada cara persetubuhan yang tidak diketahui orang yang haus birahi ini.” Angiollelo mengamati bahwa sejak menginjak dewasa, Sultan Muhammad al Fatih telah menderita penyakit encok selain beberapa penyakit lainnya yang disebabkan oleh pemuasan nafsu yang berlebihan itu. Katanya, Mehmet memiliki bengkak besar di salah satu kakinya, dan tidak ada seorang dokter pun yang bisa mengobati penyakit itu. Commines berkomentar lagi, dia bilang penyakit ini adalah salah satu hukuman tuhan atas kerakusannya yang tak ada habisnya (grande gourmandise).

Sangat jelas bahwa catatan dan komentar-komentar seperti ini didasari kebencian yang amat mendalam terhadap sosok Sultan Muhammad al Fatih. Sebab dunia Kristen telah hancur lebur dan kacau berantakan hanya karena kehadiran seorang Sultan Muhammad al Fatih. Beliaulah komandan yang dijanjikan oleh Rasulullah saw dan orang-orang Kristen Eropa merasakan betapa hebat dan tangguhnya orang yang telah dijanjikan Rasulullah saw. ini, sehingga yang ada di dalam hati mereka hanyalah kebencian.

Ketika Sultan Muhammad al Fatih wafat pada tahun 1481, orang Kristen Eropa bersukaria karenanya. Mereka berkata la grande aquila e morta (elang yang perkasa itu sudah mati). Selama berhari-hari lonceng gereja berdentang, orang-orang berpesta pora, hanya untuk merayakan kematian seorang laki-laki yang kehadirannya telah menggentarkan kekufuran. [sayf]

Abu Bakar dan Finhash

Bloody zionist.
Bloody zionist.

Kaum Yahudi memang banyak sekali dicela di dalam Alquran. Perilaku mereka memang benar-benar menyebalkan dan memuakkan. Hobi mereka menyekutukan Allah, melanggar perjanjian, ngomong sembarangan, berkata dusta, menghina dan membunuhi para nabi. Mereka juga hobi menyembunyikan kebenaran dan memanipulasi ayat-ayat Allah yang ada di dalam kitab-kitab mereka. Ayat-ayat yang mereka sukai akan mereka biarkan, sementara ayat-ayat yang terkesan menyusahkan mereka, akan mereka ubah seenak perut mereka.

Sahabat Abu Bakar Shiddiq pernah merasa sebal nggak ketulungan karena kelakuan orang-orang Yahudi. Seperti dikisahkan oleh Prof. Ali Muhammad Asholabi dalam kitab sirah-nya, beliau mengutip dari Ibnu Hisyam, Abu Bakar merasa kesal alang kepalang karena kata-kata seorang pendeta Yahudi bernama Finhash. Begini ceritanya (serem mode on).

Pada suatu hari, Abu Bakar memasuki Baytul Midras (tempat dibacakannya Taurat) kaum Yahudi. Orang-orang Yahudi mengelilingi seorang rabbi mereka yang bernama Finhash. Mereka memegang alat tulis dan kitab yang dinamakan Asy-ya’.

Abu Bakar kemudian menegur Finhash. Beliau mendakwahi rabbi Yahudi itu. “Takutlah engkau kepada Allah dan masuklah Islam. Demi Allah, sebenarnya engkau sudah tahu bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dia telah datang bersama bukti-bukti kebenarannya yang kalian temukan tercantum dalam kitab-kitab kalian Taurat dan Injil.”

Finhash berkata kepada Abu Bakar, “Demi Tuhan, hai Abu Bakar, bukanlah kita yang membutuhkan Allah, tetapi Dialah yang membutuhkan kita. Sesungguhnya Dia yang meminta-minta kepada kita. Sesungguhnya kitalah yang kaya dan bukan Dia. Kalau benar Dia kaya, tidak mungkin Dia meminjam harta kita, sebagaimana yang dikatakan nabimu itu. Dia melarang riba dari kalian, namun membolehkannya pada kami. Jika benar-benar kaya, Dia tidak akan memberikan kami riba.”

Mendengar kata-kata Finhash, Abu Bakar marah besar. Beliau menampar Finhash dan berkata, “Demi jiwaku yang berada di tanganNya, kalau bukan karena adanya perjanjian antara kami dengan kalian, sudah kupukul kepalamu, wahai musuh Allah.”

Finhash tidak terima dengan tamparan Abu Bakar. Dia segera mengadukan peristiwa itu kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu’alayhi wasallam. “Hai Muhammad, lihatlah apa yang sudah dilakukan sahabatmu!”

Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar, “Apa yang membuatmu bertindak demikian?”

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya musuh Allah ini telah bicara melampaui batas. Dia mengaku bahwa Allah itu fakir dan merekalah yang kaya. Ketika mereka berkata begitu, aku marah karena Allah dihinakan, lalu kutampar wajahnya.”

Finhash tidak mengakui semua itu, “Aku tidak pernah mengatakan demikian,” (tuh kan ngebo’ong).

Saat itu turunlah wahyu Allah swt. untuk membongkar segala kebohongan Finhash Yahudi itu dan membenarkan Abu Bakar.

Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan ‘sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya.’ Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan kepada mereka, ‘rasakanlah oleh kalian azab yang membakar’” (Ali Imran: 181).

Kaum Yahudi emang biang kerok, dan udah dari dulu kaya’ begitu. Tapi Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam melindungi seluruh umat beragama dan tidak akan memaksa mereka masuk Islam, selama mereka mau tunduk kepada kekuasaan Islam yang mewujud sebagai Khilafah Islamiyah. Khilafah Islamiyah itulah yang sekian lama melindungi perdamaian antara penganut berbagai agama. Kewajiban kitalah untuk menegakkannya lagi di abad ini.

Muhammad al Fatih Punya Nama Pena?

Potret Muhammad al Fatih oleh Gentile Bellini.
Potret Muhammad al Fatih oleh Gentile Bellini.

Bulan April hingga Mei adalah bulan-bulan penaklukan Konstantinopel. Asyik sekali jika kita bicarakan pernak-pernik tentang sang Penakluk Agung dalam Islam, Muhammad al Fatih. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari jejak kehidupan dan sepak terjang beliau. Yang pertama, tentang Muhammad al Fatih dan nama pena-nya.

Ada sebuah kemiripan yang biasanya terdapat pada diri orang-orang yang sukses dan besar, biasanya mereka gemar membaca dan menulis. Memang benar membaca dan menulis tidak akan serta-merta membuat orang menjadi besar dan sukses. Tapi, orang-orang yang besar dan sukses pastilah gemar membaca dan menulis. Salah satu wujud dari hal ini adalah, biasanya mereka memiliki perpustakaan pribadi dengan berbagai koleksi buku.

Ketika saya berkunjung ke kediaman mas Felix Siauw, hal menarik yang saya temukan pertama kali di sana adalah rak buku yang menjulang sampai ke langit-langit yang dipenuhi dengan buku-buku. Hal yang sama saya temukan di rumah pak Salman Iskandar. Bertumpuk-tumpuk dan berjajar-jajar buku ditata dengan rapi di sana. Pak Salman juga mengisahkan kepada saya bahwa Prof. Ahmad Mansur Suryanegera, salah satu sejarawan yang amat berpengaruh di negeri ini, memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi buku-buku kuno yang langka. Seperti itulah apa yang akan kita temukan di dalam kediaman orang-orang besar dan sukses, buku menjadi sahabat mereka.

Hal ini menandakan bahwa mereka paham benar bahwa membaca adalah sebuah aktifitas yang amat penting dalam kehidupan ini. Dalam salah satu tulisannya, mas Felix mengatakan bahwa ia “lebih baik tidak makan daripada tidak membeli buku.” Buku memang gudang ilmu dan kebijaksanaan, dan membaca adalah satu-satunya kunci untuk mengakses gudang itu. Karena sedemikian pentingnya membaca, Allah Tuhan seru sekalian alam menurunkan ayat pertama dari kitabNya yang besar itu dengan memuat perintah membaca, iqro.

Selain membaca, orang-orang besar dan sukses biasanya memiliki kebiasaan menulis. Walaupun mereka tidak berprofesi sebagai penulis, mereka biasanya selalu menyibukkan diri mereka dengan aktifitas menulis. Sebagai seorang pemimpin dan penakluk besar, Fetih Sultan Mehmet pun amat memahami seberapa pentingnya kedua aktifitas ini. Mari kita mengintip beberapa koleksi buku yang ada di perpustakaan pribadi Fetih Sultan Mehmet.

Di dalam istananya, beliau memiliki seorang astronom kenamaan yang bernama Ali Kusci. Dalam perjalanannya dari Tabriz ke Istanbul, Ali Kusci menulis buku matematika setebal 194 halaman yang kemudian dijuduli Muhammadiye dan dipersembahkan kepada Mehmet. Tahun berikutnya, Ali memberikan bukunya yang membahas tema astronomi yang berjudul Risala al Fathiya (Kitab Penaklukan). Kedua buku ini masih terpelihara dengan baik, dijilid menjadi satu, dan masih tersimpan sampai sekarang di Perpustakaan Aya Sofya. Di dalam istananya, Topkapi Sarayi, Fetih Sultan Mehmet pun memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi-koleksi bukunya tersendiri. Domenico Hierosolimitano, dokter pribadi Mehmet, melaporkan bahwa di perpustakaan pribadinya itu ia mengoleksi karya-karya Yunani dan Bizantium sebanyak 120 manuskrip yang dulunya milik Konstantin Agung. Di dalam koleksinya ditemukan pula buku berjudul Deigesis yang mengisahkan tentang sejarah Aya Sofya. Hal ini menandakan bahwa ia sangat tertarik dengan sejarah kota yang ditaklukkannya. Ada juga buku kuno karya Homer, Iliad, yang disalin oleh seorang cendekiawan Bizantium bernama Dokeianos. Minat Mehmet yang amat besar terhadap geografi dibuktikan dengan tersedianya buku geografi berjudul Liber Insularum Archipelagi, yang diterbitkan tahun 1420 dan ditulis oleh ahli geografi Florentine, Cristoforo Buondelmonti. Karya-karya lainnya yang tersedia di dalam koleksi buku Sang Penakluk antara lain: Theogony karya Hesiod; Helieutika karya Oppian; Miscellany karya Planudes; Olympiaka, karya Pindar; dan Lexicon karya Eudemos Rhetor.

Di sela-sela kesibukannya, Fetih Sultan Mehmet selalu menyediakan waktu untuk menulis. Walaupun menguasai bahasa Persia dan Arab, beliau menulis dalam bahasa Turki sehari-hari. Nama pena beliau adalah Avni. Salah satu karya beliau adalah kumpulan puisi dalam bahasa Turki yang disebut Divan.

Jelaslah, membaca dan menulis adalah aktifitas besar yang juga dilakukan oleh orang-orang besar. Dan selama ribuan tahun kedua aktifitas ini begitu membudaya di tengah-tengah kaum muslim. Adalah sangat aneh jika pada jaman sekarang generasi Islam lebih senang berjingkrak di depan panggung daripada membaca dan menulis. [sayf]