Tahun Baru, Maksiat Baru

074002bTahun 2012 sekarang sudah ada di ujung tanduk. Sebentar lagi dia akan berakhir, dan kemudian akan dimulailah tahun baru 2013. Isu-isu kiamat yang katanya akan terjadi pada tahun 2012 kelihatannya tidak benar, sebab sampai hari ini kenyataannya semua aman-aman saja. Benar sekali bahwa informasi tentang kiamat itu tidak akan ada satu orang pun yang tahu, kecuali Allah azza wa jalla. Banyak peristiwa terjadi dan banyak momen telah dilewati. Yang baik dan buruk datang silih berganti, menghiasi kehidupan yang fana ini.

Hal-hal yang amat disayangkan dan kerap kali berulang adalah berbagai perayaan yang ada pada momen pergantian tahun masehi ini. Malam tahun baru dan kemaksiatan seolah-olah dua sisi mata uang yang tidak akan pernah bisa dipisahkan. Bahkan perayaan tahun baru itu sendiri pun bermasalah dari sisi aqidah. Islam tidak pernah mengajarkan kepada kita bahwa tahun baru masehi adalah sebuah ‘hari raya’. Rasul saw. mengatakan bahwa hari raya umat Islam hanya dua, Idul Fitri dan Idul Adha.

Suatu kali saya pernah mengobrol dengan seorang kawan saya yang bekerja di sebuah perusahaan ritel nasional yang jaringannya sudah tersebar di mana-mana. Dia bilang setiap malam tahun baru itu orang bolak-balik beli kondom ke toko tempat dia bekerja. Dalam semalam stok kondom di tokonya bisa habis. Ada apa gerangan? Dia juga cerita bahwa berbotol-botol minuman keras terjual. Bahkan dia pernah menemukan ada orang yang menyuruh anak kecil membeli kondom. Masya Allah! Orang-orang beramai-ramai menyambut tahun baru dengan kemaksiatan yang baru.

Surat Sultan Sulayman al Qanuni Kepada Raja Portugis

Sultan Sulayman al Qanuni.
Sultan Sulayman al Qanuni.

Surat Sultan Sulayman al Qanuni kepada Raja Portugis ini adalah untuk merespon tindakan armada Portugis di kawasan perairan Aceh dan Malaka yang mengganggu dan menganiaya para pedagang dan peziarah (haji). Kita bisa melihat bahwa isi surat ini menyiratkan betapa gagah dan kuatnya kepemimpinan Islam pada masa itu. Ia disegani dan berkuasa! Karena itulah, jika kita menginginkan agar umat kembali disegani dan berkuasa, maka tidak bisa tidak, kita harus mengembalikan kepemimpinan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.

It has been reported that the Muslim pilgrims and merchants coming from India by sea have been molested and abused in direct violation of the desired peace agreement between us…if it is truly your desire to bring peace and security to those lands, then as soon as this Imperial Ferman arrives you must cease all of your attacks at sea against merchants and pilgrims, and you must send a letter and trusted envoy [to us] such that an agreement that will put the affairs of that region on a good footing can be conclude. If you are still on pursuing the path of rebellion, then wish the help of God Almighty we will do everything necessary to restore order to those lands, and it will no longer be of any use [for you to protest] by saying “but [we] wanted peace!” What else is there to say”

Letter of Sultan Suleyman the Magnificient to King of Portuguese in the mid XVI century.[1]

Kata Menteri Agama Mengucapkan Selamat Natal Itu Halal?

Menteri Agama Suryadharma Ali
Menteri Agama Suryadharma Ali

Ada sebuah kabar yang membuat saya terkejut pagi ini. Baik kiranya saya langsung saja copas kabar ini ke dalam tulisan saya. Berikut beritanya yang saya ambil dari metrotvnews.com:

Menag: Ucapkan Selamat Natal itu Halal

Sosbud | Senin, 24 Desember 2012 15:23 WIB

 Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan memberi ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani halal. “Perlu diketahui, pemerintah mendorong terciptanya kerukunan antarumat beragama, jadi tidak ada masalah dengan memberi ucapan selamat Natal. Ya, itu halal.”

Hal tersebut disampaikan Suryadharma dalam konferensi pers usai peluncuran laman berita Islam dan Konferensi Internasional tentang Fatwa di Jakarta, Senin (24/12).

Pernyataan tersebut dikemukakan Menteri Agama menanggapi adanya pendapat sebagian ulama bahwa mengucapkan selamat Natal haram hukumnya.

“Ulama memiliki interpretasi masing-masing dengan sumber hukum berlandaskan, di antaranya Alquran, Sunah dan ijma (kesepakatan ulama). Karena itu, perlu juga dilihat pernyataan itu sebagai fatwa lembaga atau pribadi,” kata dia.

Selain itu, Suryadharma juga menegaskan pandangan pemerintah harus dijadikan rujukan dalam menyikapi pro-kontra tersebut.

“Pemerintah tidak pernah mempersoalkan mengenai hal ini, bahkan presiden, wakil presiden dan menteri agama merayakan Natal, dan semua hari raya agama-agama di Indonesia, sebagai wujud toleransi yang kita bangun,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Menag Suryadharma Ali juga mengimbau peran media dalam menyebarluaskan pesan damai, toleransi dan persatuan.(Ant/TII)

Saya terkejut dengan apa yang dikatakan Suryadharma Ali. Saya tidak habis pikir kenapa ada ulama mengatakan seperti ini. Dalil syar’i yang qath’i tsubut (pasti sumbernya) dan qath’i dilalah (pasti penunjukkannya) telah memberikan penjelasan kepada kita bahwa mengucapkan selamat natal itu HARAM hukumnya. Dan saya rasa sebagai seorang ulama, Suryadharma Ali tahu itu. Untuk menyatakan bahwa mengucapkan selamat Natal itu halal dia tidak menunjukkan dalil sama sekali, selain mengedepankan kata-kata pemerintah. Padahal kata-kata pemerintah bukanlah dalil, dan bahkan tidak berharga sama sekali. Ini dia kata Surdharma Ali, “Perlu diketahui, pemerintah mendorong terciptanya kerukunan antarumat beragama, jadi tidak ada masalah dengan memberi ucapan selamat Natal. Ya, itu halal.” Terlihat sekali bahwa dasarnya menyatakan bahwa mengucapkan selamat Natal itu halal hanya dari instruksi pemerintah.

Argumentasi Suryadharma Ali selanjutnya adalah karena setiap ulama itu bisa berbeda-beda dalam menetapkan pandangan hukum Islam terhadap sesuatu hal. Begini dia bilang, “Ulama memiliki interpretasi masing-masing dengan sumber hukum berlandaskan, di antaranya Alquran, Sunah dan ijma (kesepakatan ulama). Karena itu, perlu juga dilihat pernyataan itu sebagai fatwa lembaga atau pribadi.”

Memang benar bahwa ulama bisa saja berbeda dalam menyikapi beberapa hal karena dalil-dalil yang ada bersifat zhanni (dugaan kuat). Hanya saja, jika dalil-dalil yang ada itu bersifat qath’i tsubut dan qath’i dilalah, semestinya tidak ada lagi perbedaan pendapat. Terkait dengan ikut merayakan hari besar agama lain dan mengucapkan selamat Natal, banyak dalil yang tersedia qath’i tsubut dan qath’i dilalah. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang memerintahkan kita agar jangan mengikuti millah orang-orang kafir baik musyrik maupun ahlul kitab (yahudi dan nasrani). Banyak pula hadis sahih yang menyatakan larangan kita meniru-niru orang kafir. Jadi ikut-ikutan hari raya orang kafir, apapun alasannya, dan mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir, sudah jelas keharamannya seterang benderang siang hari. Sekarang kenapa Suryadharma Ali bisa mengatakan omong kosong seperti ini? Hanya Allah yang Mahatahu. Wallahu a’lam.

Tulisan Kecil Kita

Tulisan
Tulisan

Suatu kali saya membaca tulisan Soe Hok Gie dalam catatan hariannya yang berjudul Catatan Seorang Demonstran. Di dalam buku itu tertuang beberapa pandangan tentang Gie dari orang-orang di sekitarnya, dan tentu saja curahan hati Gie sendiri terhadap berbagai hal. Dari sana saya mendapat gambaran bahwa ada sebuah jiwa idealis di dalam diri Gie. Dia punya cita-cita untuk membuat nasib rakyat Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Masa muda Gie dijalaninya ketika sebuah pergolakan politik besar terjadi di Indonesia, tahun 1965-an. Di dalam buku hariannya, Gie mengungkapkan isi hatinya ketika melihat seorang lelaki yang berpakaian tidak terlalu lusuh, hanya saja lelaki itu terlihat mengorek-ngorek tempat sampah mencari makanan. Ketika lelaki itu menemukan kulit mangga, kemudian kulit mangga itu dimakannya. Tanpa pikir panjang, Gie memberikan uang jajan yang ada di kantongnya kepada lelaki itu. Dia juga menyatakan bahwa para pemimpin negara saat itu adalah para pemimpin hasil didikan Belanda yang sudah seharusnya ditembak mati di Lapangan Banteng. Dia juga mengkritik apa yang dia sebut “kehidupan perkelaminan di istana” (maksudnya istana Negara). Sebab seorang menteri pada masa itu diam-diam pernah datang ke UI (tempat Gie kuliah) kemudian mencari gadis-gadis mahasiswa yang mau ‘menemani’ presiden semalam suntuk (saya pikir na’uzubillah banget).

Hari-hari Gie diisi dengan demonstrasi dan menulis. Aksi-aksi yang dipimpinnya menghasilkan keruntuhan rezim Soekarno yang kemudian digantikan oleh rezim Soeharto. Tulisan-tulisannya yang tajam dan pedas (bahkan kadang sampai menyebut nama) tersebar di berbagai media yang  beredar pada masa itu. Namun terlepas dari apa yang telah dia lakukan, ada sebuah kegundahan di dalam hatinya. Entah mengapa, dia telah berjuang, telah banyak menulis, telah banyak mengkritik orang, tapi keadaan tidak juga berubah menjadi lebih baik. Pergantian rezim orde lama menjadi orde baru tidak serta-merta menjadikan keadaan rakyat menjadi lebih baik. Dia merasa semua yang telah dia lakukan tidak ada gunanya, dan akhirnya dia menginsafi bahwa dirinya adalah seorang pejuang yang sendirian. Saya berpikir, kasihan sekali nasib  Gie, karena dia tidak ikut halaqoh jadi tidak tahu bagaimana perubahan yang hakiki itu (hehe), yang nantinya akan membawa perubahan total bagi rakyat.

Terkait dengan tulis-menulis, apa yang saya ingin garisbawahi dari kisah Gie di atas adalah bahwa kita sebagai penulis Islam ideologis tidak layak dihinggapi pikiran serupa itu. Sekecil dan sesederhana apapun tulisan kita, jika itu diarahkan untuk menyerukan perubahan kepada Islam, maka ia pasti tidak akan sia-sia. Sebuah benteng yang kokoh terdiri dari butiran-butiran pasir yang kecil dan halus. Seperti itu jugalah dinding peradaban Islam, terdiri dari sumbangsih seluruh pejuang ideologi Islam di seluruh dunia, walau pun sumbangsih itu kecil dan sederhana. Salah satu bentuknya adalah lewat tulisan, misalnya. Dan lebih dari itu, Allah tidak pernah tidur. Sesederhana apapun tulisan yang kita ukir, arahkan ia untuk kebangkitan umat dengan Islam, kelak tulisan kita itulah yang akan menjadi butir-butir pasir yang membentuk benteng kokoh peradaban Islam. Benteng itulah yang akan melindungi umat Islam di seluruh dunia. [sayf]

Visit djenderal4arwah.wordpress.com; Follow @sayfmuhammadisa

Aceh dan Exhorbitante Rechten

Cut Nyak Dien saat penangkapan.
Cut Nyak Dien saat penangkapan.

Cut Nyak Dien merasakan gundah-gulana yang tiada taranya. Sebab kaum kaphe penjajah semakin dalam mencengkeramkan kuku penjajahannya di tengah-tengah tanoh Aceh. Namun apapun yang terjadi, perjuangan tidak akan pernah berhenti. Bagi Cut Nyak Dien sendiri pun perjuangan adalah harga mati. Bertahun-tahun lamanya beliau mengembara di hutan-hutan liar Aceh, menyergap patroli-patroli pasukan Belanda, kemudian menyerbu pos-pos mereka. Bertahun-tahun pula beliau harus makan umbut pisang liar. Mata beliau menjadi rabun dan kemudian buta, encok di pinggang pun menyerang. Perjuangan semakin berat dan keras. Namun apapun yang terjadi, menyerah kepada kaphe Belanda adalah pantang.

Sayangnya, seorang anak buah Cut Nyak Dien, Pang Laot Ali, karena didorong oleh rasa kasihan, melaporkan tempat persembunyian Cut Nyak Dien kepada Belanda. Kapten Veltman kemudian melakukan pengerjaran hingga tertangkaplah Cut Nyak Dien.

Pang Laot Ali membocorkan tempat persembunyian Cut Nyak Dien kepada Belanda dengan syarat, bahwa jika Cut Nyak Dien benar-benar tertangkap, Belanda akan memperlakukannya dengan baik dan mulia sebagaimana derajatnya di tengah-tengah rakyatnya, dan jangan sampai Belanda membuang Cut Nyak Dien ke luar Aceh. Belanda menyepakati persyaratan itu.

Apa yang terjadi, ternyata Belanda mengingkari janjinya. Belanda memang memperlakukan Cut Nyak Dien dengan baik, namun Belanda tidak bisa membiarkan Cut Nyak Dien tetap berada di Aceh. Belanda khawatir jika tetap membiarkan Cut Nyak Dien berada di Aceh, nanti perlawanan yang baru akan tersulut lagi. Akhirnya Cut Nyak Dien menjadi korban Exhorbitante Rechten.

Exhorbintante Rechten adalah hak istimewa pemerintah Hindia Belanda (yang dieksekusi oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda) untuk menentukan tempat tinggal dari golongan-golongan penduduk Hindia-Belanda atau pribadi-pribadi tertentu. Hak ini dikatakan ‘exhorbitante’, artinya ‘khusus-istimewa’, karena menurut konsep hukum barat memang luar biasa dan tidak lazim. Hak istimewa ini memang dimanfaatkan dengan amat efektif oleh Belanda untuk membuang orang-orang yang dianggapnya berbahaya keluar daerah asalnya. Cut Nyak Dien menjadi salah satu korban hak istimewa ini. Beliau dibuang ke Sumedang, dipisahkan dari tanah kelahiran dan rakyatnya hingga wafat di sana. Sultan Aceh terakhir, Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah dan Teuku Muda Baet Uleebalang VII Mukim pun harus menjalani nasib yang sama di pembuangan. Belanda memang mendapatkan pelajaran pahit ketika berperang di Aceh.

Catatan Kecil Tentang Natal

Larangan Islam bahwa kaum muslim dilarang ikut-ikutan merayakan Natal dengan umat Kristen sudah sangatlah jelas. Dalil-dalil sudah bertaburan tentang hal ini, dan sebenarnya sudah tidak bisa dibantah lagi. Dalam tulisan ini akan saya cantumkan sedikit berbagai pendapat ulama yang mengharamkan umat Islam mengikuti Natal bersama dengan umat Kristen yang saya kutip dari Tabloid Media Umat Edisi 95.

Pada tahun 1981, MUI telah memfatwakan keharaman umat Islam merayakan Natal bersama dengan umat Kristen. Sayangnya fatwa ini dianggap angin lalu, buktinya pemerintah tetap saja melakukan berbagai kegiatan Natal bersama. Bahkan untuk Natal tahun ini Presiden SBY menyerukan agar perayaan Natal akbar yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 Desember nanti bersifat inklusif. Apa maksudnya? Jadi, perayaan Natal itu tidak hanya khusus bagi umat Kristen saja, umat beragama lain pun boleh turut merayakannya. Kan kacau kalau begini!!!

Imam Ahmad menyatakan: “Kaum muslimin telah diharamkan untuk merayakan hari raya orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Sementara Imam Baihaqi menyatakan: “Jika kaum muslim diharamkan memasuki gereja, apalagi merayakan hari raya mereka. Al Qadhi abu Ya’la al Fara’ berkata: “Kaum muslim telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir dan musyrik.” Menurut Imam Malik, larangan itu termasuk pula memberikan sesuatu (hadiah), atau menjual sesuatu kepada mereka, atau naik kendaraan yang digunakan mereka untuk merayakan hari rayanya. Sedangkan memakan makanan yang disajikan kepada kita hukumnya makruh, baik diantar atau mereka mengundang kita.” Dalam pandangan Ibnu Qayyim al Jauziyah kaum muslim tidak diperbolehkan menyetujui dan membantu mereka melakukan syiar itu serta hadir bersama mereka. Maka tindakan para karyawan berpakaian ala Kristen adalah tidak boleh.

Mudah-mudahan kita terhindar dari berbagai aktivitas yang menjerumuskan kita kepada jurang kesesatan yakni ikut-ikutan merayakan hari raya umat beragama lain.

Anomali Demokrasi

Election_MG_3455Ada banyak orang yang merasa keren ketika dirinya memperjuangkan demokrasi. Seolah-olah demokrasi adalah titik puncak idealnya sistem yang ada di tengah-tengah umat manusia. Ketika memperjuangkan demokrasi tandanya memperjuangkan kemanusiaan. Padahal sebenarnya demokrasi justru alat untuk menjajah kemanusiaan.

Ada pebedaan sangat jauh antara semboyan-semboyan demokrasi dengan kenyataan penerapan demokrasi. Suara rakyat yang menjadi roh dari demokrasi dan selalu diagung-agungnya, seolah-olah musnah dan sirna pada tataran kenyataan. Sebab praktek-praktek demokrasi ternyata sering kali bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat. Dengan amat sederhana hal ini bisa kita lihat dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika Indonesia diguncang isu kenaikan harga BBM, terjadilah pergolakan di tengah-tengah rakyat. Penolakan meledak di mana-mana. Wajar saja, sebab siapa orangnya yang mau harga BBM dinaikkan? Kalau dia rakyat jelata pastilah dia akan menolak rencana kenaikan harga BBM itu. Hidup rakyat yang sudah menderita dipastikan akan semakin menderita dengan dinaikkannya harga BBM. Sebagian besar rakyat menolak, dan menurut konsep-konsep demokrasi seharusnya hal itu cukup untuk menggagalkan kenaikan harga BBM. Tapi ternyata harga BBM tetap saja naik, tanpa kompromi. Para ahli kemudian mengungkap bahwa kenaikan harga BBM ini ternyata demi membela kepentingan para kapitalis asing yang ingin mengembangkan bisnisnya di negeri ini. Hal ini makin parah dengan pengakuan pemerintah sendiri bahwa memang seperti itulah yang terjadi. Mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa kalau harga BBM tidak naik maka pemain asing enggan masuk untuk bermain di sektor hilir migas. Jelas sekali adanya pemerintahan kita bukanlah untuk mewujudkan kepentingan rakyat sebesar-besarnya, melainkan untuk kepentingan para kapitalis asing, dan demokrasi dijadikan topengnya.

Tidak bisa tidak, demokrasi mesti dihancurkan dan dibuang ke tong sampah peradaban. Sebab alih-alih mewujudkan pemerintahan yang bisa mensejahterakan rakyat, demokrasi justru mewujudkan pemerintahan yang berlakuk sebagai antek para kapitalis. Pengganti dari ini semua adalah sistem syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah, yang insyaallah akan tegak tak lama lagi.

Lelaki Kemayu

Fans JKT48 yang kebanyakan lelaki kemayu.
Fans JKT48 yang kebanyakan lelaki kemayu.

Saya jarang sekali nonton tivi. Sudah tidak sempat. Karena itulah akibatnya saya menjadi salah satu orang yang tidak gaul dengan apa fenomena tren yang sedang booming. Namun suatu kali saya iseng-iseng menyalakan tivi. Saluran yang saya pilih adalah RCTI, acaranya gosip (Ya Allah, mohon ampuni saya kerena sudah menonton acara gosip. Hiks).

Diulaslah di dalam acara itu konser ulang tahun sebuah girlband baru yang anggotanya kurang lebih ada 20 orang, namanya JKT48. Saya termasuk orang yang baru tahu bahwa ada sebuah girlband yang namanya JKT48 (saya memang tidak gaul), dan saya rasa gayanya kejepang-jepangan gitu. Di dalam acara gosip itu ditayangkan JKT48 yang sedang menari dan menyanyi dengan meriah. Tidak kurang aurat yang diumbar karena kostum yang mereka kenakan minim sekali, sehingga mengekspos berbagai onderdil dan perabotan di badan mereka. Yang membuat saya tercengang, ternyata fans yang mendatangi konser ulang tahun JKT48 itu kebanyakan laki-laki. Ketika mengetahui hal itu saya langsung memasang tampang tidak enak, sebab heran sama sekali. Kok ada laki-laki kemayu seperti itu, berjingkrak-jinkrak di hadapan perempuan yang sedang melonjak-lonjak. Anggapan saya selama ini bahwa kebanyakan perempuan yang menjadi fans-fans artis itu ternyata salah besar. Ternyata banyak juga lelaki kemayu yang jadi fans girlband. Dan saya kecewa, saya mengurut dada, kecewa berat.

Ketika saya melihat ada banyak lelaki yang jadi fans JKT48, saya berpikir lebih baik mereka semua pakai rok saja, jangan pakai celana. Walaupun mereka laki-laki, mereka telah kehilangan kejantanannya. Aktivitas mereka yang memuja-muja JKT48, kemudian menyibukkan diri dengan hura-hura dalam konsernya itu setidaknya menyiratkan beberapa kemungkinan.

Pertama, kemungkinan mereka banyak menghabiskan waktu mereka untuk hal-hal tidak berguna seperti mengumpulkan marchendise JKT48, sampai mengkhayalkan bahwa mereka bisa mendapatkan berkah besar bisa memacari salah satu personil JKT48 yang ranum itu kemudian memoroti duitnya. Kedua, karena mereka lebih suka hura-hura dengan JKT48, kemungkinan besar mereka jauh dari ilmu. Mereka jarang baca buku sebab terlalu asyik mengikuti JKT48 yang tidak akan pernah bisa memberikan apa-apa kecuali kesenangan sesaat. Karena perbuatan seperti itu, kadar intelektualitas mereka rendah sekali (dengan kata lain o’on). Ketiga, walaupun mereka itu pejantan, sebenarnya mereka semua telah kehilangan kejantanan mereka, sebab mereka rela takluk di hadapan sekelompok perempuan, hanya karena perempuan itu menari-nari di hadapan mereka, dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya. Padahal Allah dan RasulNya telah melebihkan laki-laki beberapa derajat daripada perempuan, sebagai pemimpin.

After all, sebenarnya yang ingin saya katakan adalah, saya jijik sekali kalau melihat ada laki-laki model begitu. Seharusnya laki-laki identik dengan ilmu, kekuatan, keperkasaan, ketegasan, dan keimanan. Dan hura-hura di hadapan panggung JKT48 tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai lelaki sejati sama sekali. Menjijikkan!!

Natal Yang Membingungkan!

Santa Claus versi berbeda.
Santa Claus versi berbeda.

Wara-wiri Natal sedang merebak di mana-mana akhir-akhir ini. Nuansa pohon Natal dengan berbagai riasannya yang meriah juga orang tua gendut berbaju merah serta berjanggut tebal berkeliaran di mana-mana. Hari raya umat Kristiani akan segera datang tak lama lagi, tanggal 25 Desember.

Setiap umat beragama berhak untuk merayakan hari besar keagamaannya. Yang tidak etis adalah mengajak-ajak umat agama lain untuk merayakan hari besarnya. Toleransi adalah ‘membiarkan’ penganut agama lain dengan perayaan agamanya dan ‘tidak turut campur’ sama sekali di dalamnya. Toleransi bukanlah ikut-ikutan merayakan hari besar agama lain. Dengan demikian bukan toleransi namanya, kalau ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan Natal. Bukan toleransi pula kalau ada orang Islam yang mengucapkan selamat Natal.

Ada juga ungkapan di tengah-tengah masyarakat yang menyatakan bahwa umat Kristiani sering kali turut menyampaikan selamat ketika umat Islam merayakan hari besar Islam, jadi sudah seharusnya kita bertoleransi dengan melakukan hal yang sama, ikut mengucapkan selamat Natal kalau mereka sedang merayakannya. Ada juga pandangan yang terlalu menyederhanakan masalah, ada yang mengatakan “ah itu kan cuma sekedar mengucapkan selamat aja jadi nggak apa-apa.”

Pandangan-pandangan seperti tadi jelas pandangan yang keliru, karena sikap umat Kristiani yang mengucapkan selamat ketika umat Islam merayakan hari besarnya tidak boleh menjadi dasar umat Islam untuk ikut mengucapkan selamat kepada mereka. Di dalam aturan agama Kristen mungkin tidak dijelaskan bagaimana seharusnya umat Kristen bersikap terhadap hari besar agama lain. Sementara Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek kehidupan sangat mengatur urusan ini. Banyak dalil yang melarang umat Islam ikut-ikutan dalam perayaan hari besar agama lain, termasuk mengucapkan ‘selamat’ kepadanya. Karena mengucapkan ‘selamat’ bisa berarti pengakuan bahwa apa yang sedang dirayakan umat Kristiani itu adalah benar. Padahal sudah banyak orang Kristen sendiri yang menggugat keabsahan perayaan Natal sebagai hari lahir Jesus Christ.

Peristiwa yang baru-baru ini terjadi dan cukup menggegerkan adalah pengakuan pemimpin tertinggi umat Kristen sedunia, Paus Benedictus XVI, bahwa Jesus tidak lahir tanggal 25 Desember. Dikutip dari situs hizbut-tahrir.or.id, di dalam bukunya yang berjudul Jesus of Nazareth: The Infancy Narrative, Paus mengungkapkan beberapa fakta yang cukup mengejutkan di seputar hari kelahiran Jesus. Dan Paus menyimpulkan bahwa Jesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember seperti yang selama ini dirayakan. Lha jadi yang selama ini dirayakan itu kelahiran siapa dong? Pastinya kelahiran orang lain, bukan Jesus.

Dikutip dari situs hizbut-tahrir.or.id, dalam encyclopedis brittanica edisi 1946 disebutkan bahwa Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Jesus Christ atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala. Mirip dengan apa yang disebutkan oleh Encyclopedia Americana edisi 1944. Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut … Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus mulai diresmikan pada abad ke-4 Masehi. Pada abad ke-5 Masehi Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari”. Sebab tidak seorangpun mengetahui hari kelahiran Yesus.

Satu hal yang aneh adalah, kenapa hari besar yang tidak jelas landasannya itu masih saja dirayakan sampai sekarang? Padahal dari dulu sudah banyak cendekiawan Kristen sendiri yang mengungkapkan kekeliruan perayaan Natal. Jawabannya sederhananya, mungkin karena sudah terlanjur seru dan mengasyikkan, makanya dirayakan terus. Perkara benar atau tidak hari Natal itu untuk merayakan hari lahir Jesus itu sudah nomor tiga belas, yang penting asyik dan seru. Lantas mengapa kita, kaum muslim, harus turut mengucapkan selamat dan turut merayakan hari besar yang tidak jelas dan membingungkan seperti ini? Kan lucu sekali!