Freemasonry di Dalam Tubuh Khilafah Islamiyah

Simbol Freemasonry

Freemasonry adalah sebuah gerakan rahasia (mungkin sekarang sudah tidak rahasia lagi karena sudah banyak diungkap dan diulas oleh berbagai kalangan) yang dilekatkan dengan kaum Yahudi dan juga dengan konspirasi besar untuk mensekularkan umat manusia. Banyak sumber yang menginformasikan bahwa Freemasonry terlibat dalam berbagai konspirasi besar dunia secara tersembunyi. Freemasonry pulalah yang memiliki peran besar dalam upaya meruntuhkan Khilafah Islamiyah yang pada akhirnya berhasil diruntuhkan pada tahun 1924. Tulisan ini ingin mengungkapkan sekelumit kisah tentang kiprah Freemasonry dalam tubuh Khilafah Islamiyah.

Ide Liberte-egalite-fraternite (kebebasan-persamaan-persaudaraan) yang menjadi spirit dari Revolusi Prancis adalah ide-ide Freemasonry. Ide-ide sesat ini kemudian dibawa oleh pasukan Prancis yang menyerbu Mesir dibawah pimpinan Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 bersama dengan beberapa anggota Freemasonry yang mengikutinya. Diduga pada tahun itulah Freemasonry mulai masuk ke dalam tubuh Khilafah Utsmaniyah.

Dr. Ali Muhammad Ash Sholabi dalam bukunya yang berjudul Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah menceritakan sekelumit sejarah bagaimana pergerakan Mason di tubuh Khilafah Islamiyah. Setelah Napoleon meninggalkan pasukan Prancis di Mesir, kepemimpinan militer diambil oleh Jenderal Kleber. Bersama dengan tentara penganut Mason, dia membangun loji Mason di Kairo, yang disebut grup Izisie. Mereka berhasil merekrut sedikit orang dari Mesir. Ketika Kleber mati pada tahun 1800, grup ini dibubarkan, hanya saja anggota-anggotanya masih terus bergerak sendiri-sendiri.

Napoleon Bonaparte dari Prancis

Pamflet-pamflet pertama yang disebarkan oleh Napoleon di Mesir sangat kental dengan pemikiran-pemikiran Mason. Dalam selebaran itu dia menyatakan “Katakan pada mereka (orang-orang Mesir) bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah, dan sesungguhnya yang membedakan mereka antara satu dengan yang lain adalah akal, keutamaan, dan ilmu saja.” Propaganda ‘persamaan’ seperti ini jelas sekali amat menyesatkan, sebab tidaklah sama di hadapan Allah antara yang beriman dengan yang kafir seberapa pun hebatnya akal dan keutamaan orang-orang kafir itu. Tentara Prancis pun masuk ke Mesir dengan membawa berbagai bentuk kemaksiatan dan keburukan (liberalisme) khas Mason: prostitusi dan seks bebas; mendorong perempuan muslim untuk memperlihatkan auratnya; dan mendorong banyak orang untuk melakukan kemaksiatan secara terang-terangan.

Ketika gerakan Turki Muda mulai bersemi, mereka menjadikan loji-loji kaum Mason di Prancis sebagai tempat mereka menginap dan menjalankan berbagai diskusi untuk merencanakan aksi mereka. Setelah mereka pulang ke Turki dengan ide-ide Mason itu di kepala mereka, gerakan mereka semakin gencar untuk menumbangkan Khilafah Utsmaniyah. Tapi nampaknya kaum Mason sedang ketar-ketir sekarang ini, sebab kebangkitan kembali Khilafah Islamiyah dan tergugahnya umat Islam dari keterpurukan sudah tidak bisa mereka bendung lagi. Allahu Akbar!!!

Menelusuri Kebangkitan Kita

Dr. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo.

Tanggal 20 Mei sudah terlanjur dinobatkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di negeri ini. Kebangkitan Nasional kita didasari oleh lahirnya Boedi Oetomo (BO), sebuah gerakan para priyayi Jawa yang dipimpin oleh Dr. Soetomo. Menurut Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, yang pertama kali menetapkan Harkitnas berdasarkan lahirnya Boedi Oetomo adalah Kabinet Hatta (1948-1949). Padahal BO tidak pernah sama sekali bergerak untuk memerdekakan Indonesia dari kungkungan penjajah.

BO adalah sebuah gerakan eksklusif yang hanya mengizinkan bangsa Jawa dan Madura menjadi anggotanya. Ia juga sebenarnya hanya perkumpulan bagi para ambtenaar (pegawai) Belanda yang menentang pergerakan nasional. Selain BO juga menjadikan ajaran Kejawen sebagai falsafah geraknya. Keputusan Kabinet Hatta ini dipengaruhi oleh tulisan H. Colijn yang terbit pada tahun 1928 yang berjudul Koloniale Vraagstukken van Heden en Morgen (Pertanyaan Kolonial Hari ini dan Esok).

Pada tahun 1908 ketika BO didirikan, Dr. Soetomo masih belajar di STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen). Sekolah ini adalah perubahan dari Sekolah Dokter Djawa yang lama studinya 5 tahun. Ketika belajar di STOVIA inilah Dr. Soetomo dikenal sebagai siswa yang malas, suka menyontek, nakal, dan suka berkelahi, sehingga studinya sangatlah mundur. Selain itu, BO juga merupakan lembaga yang mendukung kebijakan penjajahan Belanda terhadap negeri ini, sebab banyak pimpinannya yang menjadi pangreh praja (pegawai pemerintahan Belanda. Yang menurut istilah Prof. Mansur adalah pelaksana Indirect Rule System (sistem pemerintahan tidak langsung).

Sikap Jawa-sentris BO terlihat ketika kongres kedua BO di Jogakarta pada tanggal 11 – 12 Oktober 1909. Pada kongres itu Dr. Cipto Mangunkusumo mengusulkan agar BO tidak terbatas untuk orang Jawa saja tetap membuka keanggotaan bagi seluruh suku-bangsa. Sayangnya usul tersebut ditolak. Dalam kongres BO di Bandung tahun 1915, sikap Jawa-sentris itu semakin terlihat dengan diteriakkannya yel-yel leve (hidup) pulau Djawa, leve bangsa Djawa, leve Boedi Oetomo.

Kalau begini, sebenarnya tidaklah layak kehaliran BO dijadikan sebagai momen kebangkitan nasional negeri ini. Sebab BO tidak pernah memberikan sumbangsih apa-apa terhadap kebangkitan itu sendiri. Justru sebaliknya, BO malah menghalang-halangi kebangkitan itu.

Sebaliknya, kita harus mengetahui bagaimana sebenarnya kiprah para ulama kaum muslim terhadap upaya memerdekakan negeri ini dari penjajahan. Sejarah telah mencatat bahwa para ulamalah yang telah banyak berjasa dan berkorban untuk melawan penjajahan di negeri ini. Dengan demikian, Islamlah yang telah menjadi inspirasi utama dalam perjuangan kemerdekaan. Namun sayangnya, peran besar Islam dan para ulama itu telah disingkirkan sedemikian rupa dari kisah-kisah sejarah negeri ini.  Yang kemudian dimunculkan adalah kiprah kalangan nasionalis-sekular yang justru mempertahankan penjajahan di negeri ini.

Mengapa yang jadi Bapak pendidikan adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Perguruan Taman Siswa? Padahal ia adalah seorang penganut aliran kebatinan Seloso Kliwon. Dan mengapa bukan KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah yang dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan? Nampaknya Islam telah sengaja dipinggirkan. [sayf]

Futuh Ruum [Episode 6]

Roma Palazzo Quirinale

Istana Quirinal yang megah berdiri kokoh di bukit Quirinal, salah satu dari tujuh bukit tertinggi di Italia. Istana itu dibangun oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1573, dan telah bertahun-tahun lamanya menjadi tempat tinggal para Paus dan raja-raja Italia. Dan kini, istana itu menjadi Istana Kepresidenan Italia.

Hari masih pagi ketika Khalifah kaum muslim, Muhammad Hasanuddin, diterima dengan hormat oleh Presiden Italia, Giorgio Napolitano, dan Perdana Menteri Italia, Silvio Berlusconi, di dalam sebuah ruangan yang megah. Seperti biasa, Khalifah tetap tampil dengan jas hitamnya yang sederhana dan sorban putih dengan selendang sorban menjuntai di bahu kanannya. Ketampanan dan pancaran ketakwaan menguar dari dirinya. Membuatnya menjadi lelaki yang disegani walau usianya masih relatif muda. Kedatangannya ke Italia bukan untuk pelesiran seperti kebiasaan pejabat-pejabat sebuah negara di kawasan Asia Tenggara yang dahulu bernama Indonesia, namun untuk menjalin sebuah perjanjian bertetangga baik dengan Italia. Dan perjanjian ini bukan sekadar perjanjian, ada manuver politik yang sangat menawan di belakangnya.

“Senang sekali bisa menjalin kerjasama yang baik dengan negara Khilafah,” kata Napolitano. Kepala botaknya berkilauan ditimpa cahaya matahari pagi. Kulitnya yang pucat berbintik-bintik hitam. Sebuah kacamata berbingkai perak bertengger di wajahnya. Sofa yang empuk berwarna merah menjadi alas duduknya yang nyaman.

Di sisi Napolitano, Silvio Berlusconi duduk manis sambil menyilangkan kakinya. Tatapan matanya menyirat sesuatu yang tidak menyenangkan terhadap Khalifah Hasanuddin. Wajahnya masam saja. Sebenarnya sikap seperti itu tidak pantas jika diperlihatkan oleh seorang pejabat negara yang sedang menerima tamu negara. Tak ada yang tahu, ada sesuatu yang besar yang mengganggu hati Berlusconi dengan kedatangan Khalifah ke Italia.

“Kami juga merasa senang sekali bisa menjalin hubungan yang saling menguntungkan ini dengan Italia,” kata Khalifah. Senyumnya penuh wibawa. Suaranya yang berat menambah kebesarannya.

“Tapi kenapa perjanjian ini hanya berlaku efektif selama lima tahun saja, Khalifah?” Tanya Napolitano.

“Itulah yang diajarkan Allah swt. Dan RasulNya. Aku hanya seorang hamba Allah, dengan demikian aku mesti menaati aturanNya.”

Napolitano mengangguk-anggukkan kepalanya yang telah keriput. “Mohon maaf jika aku terlalu banyak bertanya, aku hanya seorang lelaki tua yang punya rasa ingin tahu yang tinggi. Tidakkah sistem teokrasi ini akan menimbulkan kediktatoran yang mengerikan, Khalifah?”

Khalifah Hasanuddin tersenyum tipis, “Sistem Khilafah bukanlah teokrasi atau kediktatoran, Tuan Presiden, sistem Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan yang unik dan khas, yang diajarkan langsung oleh utusan Allah, dan diamalkan oleh kaum muslimin selama ribuan tahun. Aku bukanlah raja yang setiap perkataannya adalah hukum yang wajib ditaati. Aku juga seorang hamba yang wajib hanya menaati aturan Allah dan RasulNya, juga harus memerintah seluruh rakyatku dengan aturan itu.”

Napolitano memerhatikan Khalifah dengan saksama. Berlusconi diam saja.

“Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad adalah sumber hukum yang wajib aku terapkan di tengah-tengah rakyatku. Quran dan Sunnah itulah yang telah menyelamatkan umat Islam dari petaka demokrasi pada masa-masa kelam kaum muslimin dahulu. Demokrasi-lah salah satu sebab kaum muslim menderita dan porak-poranda. Mereka yang objektif dan bersedia membuka mata hatinya pasti akan segera meninggalkan demokrasi yang ketinggalan jaman itu.

Orang ini seenaknya saja bicara, batin Berlusconi, apa dia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa Italia menganut demokrasi? Wajah Berlusconi semakin masam.

“Ohh begitu,” gumam Napolitano.

“Apa yang sebenarnya anda inginkan dengan perjanjian ini?” Tiba-tiba Berlusconi buka suara, padahal dari tadi dia diam saja.

Mendapat pertanyaan yang tendensius dari Berlusconi, Khalifah tersenyum kecil. Dengan elegan dia mengubah posisi duduknya, dan kembali menatap mata Berlusconi dalam-dalam.

“Aku menginginkan kebaikan, kemakmuran, dan kemenangan, bagi Islam, negaraku, dan rakyatku,” katanya.

“Apakah hanya itu?” Tuntut Berlusconi.

“Seluruh maksud lain yang mungkin sekarang ada di pikiran anda sudah termasuk di dalam jawabanku tadi, Tuan Perdana Menteri.”

“Aku tahu,” ekspresi wajah Berlusconi semakin tidak mengenakkan, “bahwa anda ingin mengadakan pernyerbuan ke Vatikan. Anda ingin menyerang Vatikan dan menguasainya. Aku tahu itu. Karena itulah anda mengirimkan banyak diplomat ke berbagai negara di Eropa untuk menjalin gencatan senjata agar anda bisa dengan aman mengerahkan pasukan ke Vatikan.”

“Kalau pun memang benar begitu, semua yang anda katakan tadi sudah tercakup dalam jawabanku. Apakah harus aku ulangi? Tujuanku adalah kebaikan, kemakmuran, dan kemenangan bagi Islam, negaraku, dan rakyatku!” Khalifah tetap berada dalam ketenangannya semula. Bahkan dia menghadapi seluruh serangan kata-kata Perdana Menteri Italia itu dengan wajah tersenyum. “Lagipula kalau memang apa yang anda katakan itu benar, semua itu urusanku. Bukan urusan anda.”

“Anda egois,” Berlusconi sudah mengacungkan telunjuknya kepada Khalifah. Dia sudah tidak bisa menahan diri lagi. “Demi kepentingan anda sendiri, anda akan menyerang wilayah lain yang merupakan kota suci dan simbol persatuan umat Kristen di dunia. Apakah kami orang Kristen pernah menyerang kota suci anda? Kami tidak pernah mengusik tanah orang Arab itu.”

“Tolong tenangkan diri anda, Perdana Menteri,” kata Napolitano. Dia mulai gugup. Keringat dingin bercucuran di dahinya.

Khalifah masih tetap dengan senyum tipisnya. “Biarkan saja, Tuan Presiden. Biarkan Tuan Perdana Menteri mencurahkan semua yang ada di dalam hatinya, selagi aku masih ada di sini. Apakah anda sudah selesai, Tuan Berlusconi?”

“Keegoisan anda akan menyebabkan kehancuran dan pembunuhan, serta perang besar. Aku tahu anda akan melakukan ini semua.”

“Berlusconi, dari mana anda tahu semua ini? Jangan menuduh sembarangan. Jangan membuat malu Italia di depan tamu negara. Kuasai dirimu.” Napotalitano membelalak kepada bawahannya itu. “Apa buktinya Khilafah akan menyerang Vatikan? Jangan bicara seenaknya.”

“Walaupun belum ada bukti kuatnya tapi saya yakin dia akan melakukan itu semua, Tuan Presiden. Indikasinya jelas, dia membuat banyak perjanjian damai dengan berbagai negara di Eropa dan yang tertinggal hanya Italia dan Vatikan saja. Dia bermaksud mengamankan posisinya dari negara-negara yang lain lebih dulu, baru dia akan menyerbu Vatikan. Aku yakin itu!!!”

“JANGAN BICARA SEMBARANG!!!” Napolitano telah kehilangan kesabaran. Dia menggebrak meja yang ada di depannya dan membelalak kepada Perdana Menterinya. “Anda tidak pantas menjadi Perdana Menteri Italia, anda tidak punya sopan santun. Membuat malu negara di depan tamu negara yang terhormat.”

Khalifah Hasanuddin masih memampang senyum tipis di wajahnya tatkala melihat percekcokan antarpejabat tinggi Italia itu. Sayangnya Berlusconi termasuk orang yang keras kepala.

“Semua yang saya katakan adalah untuk melindungi negara kita, untuk melindungi kota suci Vatikan dan untuk melindungi agama kita. Orang di depan kita ini pasti akan menghancurkan kita suatu saat. DAN AKU TIDAK INGIN SEMUA ITU TERJADI.”

“DIAM!!!” Napolitano menyalak. “DIAM KUBILANG!!!”

“Sabar, tuan-tuan, sabar. Jangan terbawa emosi,” Khalifah angkat bicara dan ekspresinya tetap tenang. “Kita bicarakan semuanya baik-baik. Aku berharap anda jangan bersikap seperti itu lagi, tuan perdana Menteri. Jika anda bicara baik-baik pun aku bisa mendengarnya. Tolong tenangkan diri anda, kita bicarakan semuanya baik-baik.”

“Bagaimana aku bisa bicara dengan santainya jika di hadapanku ada orang yang akan menghancurkan semua peradaban Kristen?”

“Apakah Yesus mengajarkan semua ini kepada anda? Tidak menghargai orang lain? Berkata kasar? Malulah pada diri anda sendiri!” Semua senyum di wajah Khalifah telah hilang. Matanya yang terang dan tajam menatap lurus kepada Berlusconi. Perdana Menteri Rusia itu ciut, dia membuang muka.

“Anda sudah cukup bicara, sekarang dengarkan kata-kata saya!” Suara Khalifah tegas. “Bila anda mengatakan bahwa saya akan menyerang Vatikan, itu terserah anda. Jika saya mau, sekali saya melambaikan tangan, seluruh kaum muslim akan bergerak serentak untuk menaklukkan Vatikan. Jika anda berkata bahwa orang Kristen tidak pernah berusaha menyerang Makkah, berarti nilai sejarah anda sangat buruk. Raja Kristen Abrahah dari Yaman pernah berusaha menyerang Mekkah. Cuma itu? Tidak, pada abad pertengahan seorang bangsawan bangsa Franks bernama Reynald de Chatillon juga pernah mencoba menyerang Mekkah. Tapi mereka semua gagal. Jika anda berkata bahwa saya akan jadi ancaman dan pengobar perang, akan menyababkan pembunuhan dan pembantaian, apakah anda ingat apa yang pernah dilakukan Italia pada abad lalu terhadap kami, kaum muslim? Di Libya, Italia membantai kaum muslim. Italia membantai orangtua dan anak-anak kami, memerkosa wanita-wanita kami, menghancurkan rumah-rumah kami. Tapi coba lihat apa yang kami lakukan terhadap orang-orang Kristen, sudah banyak negeri yang kami taklukan, tapi kami tidak pernah membantai orang Kristen yang tidak bersalah. Justru kami melindungi dan mengayomi mereka semua. Anda tahu, sudah ratusan tahun kami kuasai Konstantinopel, tapi mengapa sampai hari ini masih banyak orang Kristen yang tinggal di sana? Itu semua karena kami melindungi dan mengayomi mereka. Jika apa  yang anda katakan itu benar, jika kami adalah penyebab pembantaian, pasti orang-orang Kristen sudah lama punah dari Konstantinopel.”

Beberapa detik lamanya Khalifah terdiam, namun tatapan matanya tidak teralihkan sedikit pun dari wajah Berlusconi. Perdana Menteri Italia itu salah tingkah. “Ketahuilah sesuatu, Tuan Perdana Menteri, ditaklukkannya Tahta Vatikan, dan kota Roma, sudah dijanjikan Rasul kami ribuan tahun yang lalu. Silakan anda duduk manis, dan memerhatikan apa yang akan terjadi nanti. Jika anda memasang badan untuk menghalangi kami mewujudkan janji Rasul kami itu, saya akan kerahkan tentara Islam untuk menghancurkan anda. Silakan anda camkan itu, sebab saya tidak pernah main-main dengan kata-kata saya.” [bersambung]

Cinta dan Benci Pada Islam

Ada sebuah logika yang amat sederhana. Islam tidak akan pernah bisa menyatu dengan kekufuran. Islam dan kekufuran pastilah akan saling berbenturan dan saling mengalahkan, sebab Islam adalah haq dan kekufuran adalah bathil. Yang haq dan yang bathil tidak akan penah bisa bersatu. Sebagai sebuah konsekuensi dari kondisi ini adalah adanya sebuah suasana saling membenci antara orang-orang yang berpegang kepada yang haq (Islam) dan orang-orang yang berpegang kepada yang bathil (kekufuran). Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT. dalam surah Al Baqarah ayat 120, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridho kepada kaum muslim sampai kaum muslim mengikuti millah (agama dan pandangan hidup) mereka. Itu juga yang digambarkan Allah dalam surah Ali Imran ayat 118. Dalam surah ini disebutkan bahwa telah nyata kebencian dari mulut-mulut orang kafir itu, dan apa yang disembunyikan hati mereka adalah lebih besar lagi. Dengan demikian kita dilarang untuk menjadikan orang-orang kafir itu sebagai sahabat.

Kenyataan ini terlihat jelas ketika Konstantinopel baru saja ditaklukkan oleh Fetih Sultan Mehmet dan ketika wafatnya penakluk besar ini.

Ketika Konstantinopel ditaklukkan, Eropa dicekam teror. Aroma kebencian segera membuncah dari orang-orang Kristen Eropa. Kardinal Bessarion mengirim surat kepada Doge (pemimpin) Venesia, surat itu memuat kebencian terhadap Islam: “Sebuah kota yang begitu maju… Keindahan dan kejayaan timur… tempat perlindungan semua hal baik, telah ditaklukkan, dinodai, dibinasakan, dan benar-benar dijarah bangsa barbar yang paling tidak manusiawi… binatang liar paling kejam… bahaya besar mengancam Italia, selain daerah lainnya, bila serangan besar bangsa barbar paling ganas ini tidak segera ditanggulangi.”

Frederick III, Kaisar Romawi Suci, bahkan sampai menangis ketika mendengar berita ini dan kemudian mengurung diri di kamarnya untuk berdoa dan bermeditasi. Paus Nikolas V menyebut Mehmet sebagai “putra Iblis pembawa kebinasaan dan kematian.” Sang Paus pun mengeluarkan Papal Bull (surat keputusan Paus) yang menyerukan Perang Salib kepada seluruh Eropa untuk melawan bangsa Turki.

Kebencian besar ini juga terlihat ketika Fetih Sultan Mehmet wafat pada tahun 1481. Duta besar negara asing pertama yang mengetahui kematian Sultan Mehmet adalah bailo Venesia, Niccollo Cocco. Bailo mengirim surat kepada Doge Venesia yang segera mengumumkan berita gembira itu ke seluruh negeri dengan membunyikan lonceng besar keramat orang Venesia di puncak menara lonceng San Marco yang bernama Marangona. Lonceng itu hanya dibunyikan ketika ada momen khusus saja, seperti kemunduran pasukan musuh, kematian seorang doge, atau kemenangan republik Venesia dalam suatu kancah peperangan. Tak lama kemudian lonceng di seluruh kota berdentang bersama dengan Marangona untuk merayakan kematian orang yang mereka sebut Grande Turco.

Ketika ‘kabar gembira’ itu tiba di Roma, Paus Sixtus segera menembakkan meriam dari Castel Sant’ Angelo. Seluruh lonceng berdentang dan Paus memimpin Kolese Kardinal dan semua duta besar melakukan pawai dari Basilika Santo Petrus menuju  Gereja Santa Maria del Popoli. Malamnya, Roma terang benderang oleh kembang api. Orang-orang berpesta selama tiga hari. Semua perayaan itu dilakukan lagi di hampir seluruh Eropa.

Fetih Sultan Mehmet telah menunjukkan dan membuktikan kecintaannya kepada Islam. Beliau berjuang dan berjihad dengan harta, jiwa, dan raga, untuk menghilangkan berbagai rintangan fisik yang menghalangi sampainya dakwah Islam kepada umat manusia. Wajar saja kalau  orang-orang kafir merasa terancam dan kemudian jadi membencinya. Persis seperti yang Allah gambarkan di dalam kitabNya. Yang aneh adalah jika ada orang Islam yang sepak terjangnya malah dicintai oleh kaum kafir. Kiprah dan perannya justru ditunggu-tunggu oleh kaum kafir. Yang begini ini namanya pengkhianat umat.

Fetih Sultan Mehmet Tertarik Pada Kristen?

Ilustrasi Fetih Sultan Mehmet oleh Rizky Nugaraha (mahasiswa UPI Bandung)

Sejarah memang milik siapa yang menulisnya. Dengan kata lain, seperti apakah gambaran sejarah tentang suatu hal, bergantung dari sudut pandang serta latarbelakang penulisnya. Begitu juga halnya dengan sejarah Fetih Sultan Mehmet. Berbagai catatan sejarah, laporan, dan pandangan melingkupi tubuh penakluk besar Islam ini. Ada catatan-catatan sejarah yang baik dan mulia tentang dirinya, dan ada juga berbagai laporan yang buruk, terutama laporan dari kafir Barat. Dan terus terang, laporan-laporan sejarah tentang Fetih Sultan Mehmet yang berasal dari kafir Barat membuat saya shock. Mereka menggambarkan betapa buruknya sosok Fetih Sultan Mehmet. Dalam tulisan ini marilah sedikit kita bicarakan tentang bagaimana pandangan buruk kafir Barat terhadap diri Sultan Mehmet yang telah dinobatkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai komandan terbaik sepanjang masa.

Fetih Sultan Mehmet telah dianggap sebagai teror terbesar di dunia Kristen Eropa. Gerakan futuhat Sultan Mehmet yang amat agresif dan massif membuat orang-orang Kristen ketakutan setengah mati, sebab secara cepat mereka terus kehilangan wilayah-wilayah mereka. Karena hal ini, tiga orang Paus silih berganti mendeklarasikan Perang Salib kepada Sultan Mehmet. Kebencian yang sedemikian besar itulah yang amat memengaruhi berbagai catatan dan laporan dari Barat yang sedemikian buruk terhadap Sultan Mehmet.

Paus Pius II menyebut Sultan Mehmet sebagai “naga beracun”, dan pasukannya dia sebut “gerombolan haus darah” yang menyerbu dunia Kristen. Paus Nikolas V menyebutnya sebagai “putra Iblis pembawa kebinasaan dan kematian.” Terlihat sekali betapa bencinya kaum Kristen terhadap Sultan Mehmet.

Ketika Konstantinopel baru saja berhasil ditaklukkan, disebutkan bahwa Mehmet memerintahkan pasukannya untuk menjarah kota dan melakukan apapun yang disukai oleh pasukannya itu selama tiga hari. Karena hal ini kehancuran total terjadi di dalam kota. Orang-orang dibunuhi dan para wanita diperkosa. John Freely dalam biografinya tentang Sultan Mehmet mengutip bahwa para pencatat sejarah Yunani dan Italia menuliskan bagaimana tentara Turki membunuh mereka yang tidak diperbudak, dan merampok harta peninggalan di Aya Sofya dan gereja-gereja lainnya, menjarah istana kekaisaran dan rumah-rumah orang kaya. Kritovoulos, seorang pencatat sejarah asal Yunani, menyatakan bahwa hampir 4000 orang dibantai pada penaklukan itu dan setelahnya, lebih dari 50.000 orang warga diperbudak, kota itu hampir tak memiliki apa-apa lagi karena dijarah.

Padahal jika kita merujuk kepada catatan-catatan lainnya, kejadiannya tidak seperti itu. Ustadz Felix Siauw dalam karya brilliannya yang berjudul Muhammad al Fatih 1453 menggambarkan bahwa dengan kemurahan hatinya, Sultan Mehmet menebus para tawanan Bizantium dengan kocek dari kantongnya sendiri. Dr. Ali Muhammad ash Sholabi dalam karyanya Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah pun menggambarkan bahwa Sultan Mehmet mengirimkan pasukan khusus Janisari untuk melindungi gereja, para warga, dan rumah-rumah, agar tidak dijarah dan bisa selamat dari huru-hara penaklukan. Sultan Mehmet pun tidak pernah melakukan pembantaian massal seperti yang dituduhkan itu. Warga sipil yang tidak terlibat di dalam perang dilindungi.

Podesta (semacam gubernur) Genoa, Angelo Lomellino, sebulan setelah Konstantinopel ditaklukkan, menulis surat kepada adiknya yang menggambarkan tentang kejatuhan Konstantinopel. “Kesimpulannya dia menjadi begitu kurang ajar setelah penaklukan Konstantinopel sehingga melihat dirinya tak lama lagi akan menjadi penguasa seluruh dunia dan bersumpah di depan umum bahwa dalam waktu kurang dari dua tahun dia berniat akan mencapai Roma dan … kecuali orang-orang Kristen segera mengambil tindakan kemungkinan besar dia akan melakukan berbagai hal yang akan membuat mereka terperangah.”

Mellissourgos mencatat bahwa Sultan Mehmet mengangkat Gennadios Scholarios sebagai pemimpin gereja Ortodoks Yunani setelah penaklukan dan memberikan Gereja Rasul Suci sebagai kantor bagi Gennadios. Beberapa kali Sultan Mehmet mengunjungi Gennadios dan berdiskusi tentang Kekristenan dengannya. Karena kunjungan-kunjungan inilah beredar kabar bahwa Sultan Mehmet tertarik dengan agama Kristen (padahal bisa jadi kunjungan-kunjungan Mehmet adalah untuk mendakwahi Gennadios agar memeluk Islam). Seorang Italia yang tinggal di Galata bernama Teodoro Spandugnino menyatakan bahwa Mehmet kerap kali menyembah relic peninggalan Kristen dan selalu menyalakan lilin di hadapan mereka. Laporan tentang ketertarikan Mehmet terhadap agama Kristen juga dilaporkan oleh Bapa George dari Muhlenbach yang menjalani hidupnya antara tahun 1438-1458 sebagai tahanan Turki. Bapa George menulis: “Para saudara Fransiskan yang tinggal di Pera (Galata) meyakinkan diriku bahwa dia [Mehmet] datang ke gereja mereka dan duduk di dalamnya untuk menghadiri upacara dan pengorbanan dalam Misa. Untuk memuaskan rasa penasarannya, mereka memesankan biskuit tidak suci untuknya berdasarkan permintaan tuan rumah, karena mutiara tidak boleh disajikan terhadap seekor babi.” Giovani Maria Angiollelo, seorang tahanan Italia di Turki, menuliskan bahwa Beyazit (anak pertama Mehmet) sering didengar mengatakan “ayahnya sangat dominan dan tidak percaya pada Nabi Muhammad.”

Jelas sekali semua pandangan ini mengada-ada. Karena keimanan kita kepada kenabian Rasulullah saw. akan dengan otomatis menolak semua pandangan itu. Dengan jelas Rasulullah bersabda bahwa komandan yang menaklukkan Konstantinopel adalah komandan terbaik dalam sebuah hadisnya yang sudah sama-sama kita ketahui. Maksud terbaik di sini pastinya bukan hanya terbaik dalam hal strategi militer dan pertempuran, tapi dalam ilmu dan keimanan. Berbagai sejarawan muslim menggambarkan betapa hebatnya keimanan dan ibadah yang dilakukan Sultan Mehmet. Beliau tidak pernah meninggalkan solat tahajud dan solat rawatib, beliau juga selalu dekat dengan para ulama. Dengan demikian tidaklah mungkin beliau  tertarik dengan agama Kristen.

Sejarawan Prancis, Phillipe de Commines, mengatakan bahwa Sultan Mehmet terlalu memuaskan hawa nafsunya dalam apa yang dia sebut “les plaisairs du monde”, dan dia mencatat bahwa “tidak ada cara persetubuhan yang tidak diketahui orang yang haus birahi ini.” Angiollelo mengamati bahwa sejak menginjak dewasa, Sultan Mehmet telah menderita penyakit encok selain beberapa penyakit lainnya yang disebabkan oleh pemuasan nafsu yang berlebihan itu. Katanya, Mehmet memiliki bengkak besar di salah satu kakinya, dan tidak ada seorang dokter pun yang bisa mengobati penyakit itu. Commines berkomentar lagi, dia bilang penyakit ini adalah salah satu hukuman tuhan atas kerakusannya yang tak ada habisnya (grande gourmandise).

Sangat jelas bahwa catatan dan komentar-komentar seperti ini didasari kebencian yang amat mendalam terhadap sosok Fetih Sultan Mehmet. Sebab dunia Kristen telah hancur lebur dan kacau berantakan hanya karena kehadiran seorang Fetih Sultan Mehmet. Beliaulah komandan yang dijanjikan oleh Rasulullah saw dan orang-orang Kristen Eropa merasakan betapa hebat dan tangguhnya orang yang telah dijanjikan Rasulullah saw. ini, sehingga yang ada di dalam hati mereka hanyalah kebencian.

Ketika Fetih Sultan Mehmet wafat pada tahun 1481, orang Kristen Eropa bersukaria karenanya. Mereka berkata la grande aquila e morto (elang yang perkasa itu sudah mati). Selama berhari-hari lonceng gereje berdentang, orang-orang berpesta pora, hanya untuk merayakan kematian seorang laki-laki yang kehadirannya telah menggentarkan kekufuran. [sayf]

Fetih Sultan Mehmet Punya Nama Pena?

Fetih Sultan Mehmet

Ada sebuah kemiripan yang biasanya terdapat pada diri orang-orang yang sukses dan besar, biasanya mereka gemar membaca dan menulis. Memang benar membaca dan menulis tidak akan serta-merta membuat orang menjadi besar dan sukses. Tapi, orang-orang yang besar dan sukses pastilah gemar membaca dan menulis. Salah satu wujud dari hal ini adalah, biasanya mereka memiliki perpustakaan pribadi dengan berbagai koleksi buku.

Ketika saya berkunjung ke kediaman mas Felix Siauw, hal menarik yang saya temukan pertama kali di sana adalah rak buku yang menjulang sampai ke langit-langit yang dipenuhi dengan buku-buku. Hal yang sama saya temukan di rumah pak Salman Iskandar. Bertumpuk-tumpuk dan berjajar-jajar buku ditata dengan rapi di sana. Pak Salman juga mengisahkan kepada saya bahwa Prof. Ahmad Mansur Suryanegera, salah satu sejarawan yang amat berpengaruh di negeri ini, memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi buku-buku kuno yang langka. Seperti itulah apa yang akan kita temukan di dalam kediaman orang-orang besar dan sukses, buku menjadi sahabat mereka.

Hal ini menandakan bahwa mereka paham benar bahwa membaca adalah sebuah aktifitas yang amat penting dalam kehidupan ini. Dalam salah satu tulisannya, mas Felix mengatakan bahwa ia “lebih baik tidak makan daripada tidak membeli buku.” Buku memang gudang ilmu dan kebijaksanaan, dan membaca adalah satu-satunya kunci untuk mengakses gudang itu. Karena sedemikian pentingnya membaca, Allah Tuhan seru sekalian alam menurunkan ayat pertama dari kitabNya yang besar itu dengan memuat perintah membaca, iqro.

Selain membaca, orang-orang besar dan sukses biasanya memiliki kebiasaan menulis. Walaupun mereka tidak berprofesi sebagai penulis, mereka biasanya selalu menyibukkan diri mereka dengan aktifitas menulis. Sebagai seorang pemimpin dan penakluk besar, Fetih Sultan Mehmet pun amat memahami seberapa pentingnya kedua aktifitas ini. Mari kita mengintip beberapa koleksi buku yang ada di perpustakaan pribadi Fetih Sultan Mehmet.

Di dalam istananya, beliau memiliki seorang astronom kenamaan yang bernama Ali Kusci. Dalam perjalanannya dari Tabriz ke Istanbul, Ali Kusci menulis buku matematika setebal 194 halaman yang kemudian dijuduli Muhammadiye dan dipersembahkan kepada Mehmet. Tahun berikutnya, Ali memberikan bukunya yang membahas tema astronomi yang berjudul Risala al Fathiya (Kitab Penaklukan). Kedua buku ini masih terpelihara dengan baik, dijilid menjadi satu, dan masih tersimpan sampai sekarang di Perpustakaan Aya Sofya. Di dalam istananya, Topkapi Sarayi, Fetih Sultan Mehmet pun memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi-koleksi bukunya tersendiri. Domenico Hierosolimitano, dokter pribadi Mehmet, melaporkan bahwa di perpustakaan pribadinya itu ia mengoleksi karya-karya Yunani dan Bizantium sebanyak 120 manuskrip yang dulunya milik Konstantin Agung. Di dalam koleksinya ditemukan pula buku berjudul Deigesis yang mengisahkan tentang sejarah Aya Sofya. Hal ini menandakan bahwa ia sangat tertarik dengan sejarah kota yang ditaklukkannya. Ada juga buku kuno karya Homer, Iliad, yang disalin oleh seorang cendekiawan Bizantium bernama Dokeianos. Minat Mehmet yang amat besar terhadap geografi dibuktikan dengan tersedianya buku geografi berjudul Liber Insularum Archipelagi, yang diterbitkan tahun 1420 dan ditulis oleh ahli geografi Florentine, Cristoforo Buondelmonti. Karya-karya lainnya yang tersedia di dalam koleksi buku Sang Penakluk antara lain: Theogony karya Hesiod; Helieutika karya Oppian; Miscellany karya Planudes; Olympiaka, karya Pindar; dan Lexicon karya Eudemos Rhetor.

Di sela-sela kesibukannya, Fetih Sultan Mehmet selalu menyediakan waktu untuk menulis. Walaupun menguasai bahasa Persia dan Arab, beliau menulis dalam bahasa Turki sehari-hari. Nama pena beliau adalah Avni. Salah satu karya beliau adalah kumpulan puisi dalam bahasa Turki yang disebut Divan.

Jelaslah, membaca dan menulis adalah aktifitas besar yang juga dilakukan oleh orang-orang besar. Dan selama ribuan tahun kedua aktifitas ini begitu membudaya di tengah-tengah kaum muslim. Adalah sangat aneh jika pada jaman sekarang generasi Islam lebih senang berjingkrak di depan panggung daripada membaca dan menulis. [sayf]

Indonesia Mirip Hindia-Belanda [2]

Eksekusi hukuman gantung di Batavia.

Semakin ditelusuri, ternyata makin banyak saja kemiripan antara Indonesia dengan Hindia-Belanda. Dan semua ini menandakan bahwa kita belumlah merdeka. Berbagai slogan kemerdekaan yang selama ini kita gembar-gemborkan ternyata hanyalah slogan-slogan yang menipu, sebab pada hakikatnya kita belumlah merdeka. Penjajahan yang kita derita pada periode inipun ternyata lebih parah daripada penjajahan yang lalu.

Kalau pada penjajahan yang lalu, bangsa-bangsa asing penjajah itu harus datang ke negeri ini kemudian menodongkan moncong senjata mereka kepada kita. Mereka harus berperang bertaruh nyawa dengan kita barulah mereka bisa mengeruk semua sumberdaya alam kita. Tapi pada penjajahan di masa sekarang ini, orang-orang asing penjajah tidak perlu lagi berperang dengan kita untuk mengeruk semua kekayaan alam kita. Mereka tinggal menanamkan anak-anak negeri kita sebagai antek-antek mereka, untuk kemudian mereka bebas datang ke negeri kita dan mengeruk semua kekayaan alam kita. Lihat saja berbagai sumber daya alam kita dikeruk oleh berbagai perusahaan multinasional seperti Freeport, Newmont, Exxon, dan banyak lagi. Mereka beroperasi di negeri kita secara legal karena mendapat izin dari pemerintah dan diizinkan juga oleh undang-undang yang mereka buat. Dan yang lebih parahnya lagi adalah, dengan semua kondisi itu kita tidak merasa dijajah.

Kemiripan Indonesia dan Hindia-Belanda

Kalau kita bertanya kepada mahasiswa-mahasiswa dari fakultas hukum “apakah benar hukum kita masih merujuk kepada hukum Belanda?”, maka pastilah mereka akan membenarkan hal itu. Sudah rahasia umum bahwa hukum yang kita pakai sekarang ini adalah warisan Belanda.

Salah satu kemiripan antara jaman Indonesia dengan jaman Hindia-Belanda adalah dalam hal pajak. Pada jaman Hindia-Belanda ada banyak sekali pajak yang menggelikan yang diberlakukan oleh pemerintah penjajah itu. Ada pajak gula, yang dikenakan pada petani gula. Ada pajak tanah (landrent). Dan bahkan ada pajak jendela, yang diberlakukan berdasarkan berapa banyak jendela yang dimiliki sebuah rumah. Semakin banyak jendela yang dimiliki, akan semakin banyak pula pajak yang dikenakan. Dan banyak lagi pajak-pajak yang menggelikan yang lain. Pajak-pajak yang menggelikan inilah salah satu pemicu pecahnya Perang Jawa yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro terhadap Belanda pada tahun 1825.

Pada jaman Indonesia bagaimana? Ternyata sama saja. Walaupun sudah puluhan tahun kita merdeka, ternyata rakyat belum bisa bebas dari berbagai pajak yang menggelikan. Lihat saja, hampir dari ujung rambut sampai ujung kaki kita kena pajak. Kalau kita beli motor, maka setiap tahun kita berkewajiban untuk membayar pajak kendaraan bermotor. Padahal motor dibeli pake duit sendiri, kalau rusak diservis pakai duit sendiri, lantas kenapa kita harus membayar sejumlah uang hanya karena kita ‘memiliki sebuah motor’? Begitu juga dengan Pajak Bumi dan Bangunan. Kita kan lahir di sini, besar di sini, tinggal di sini, dan bahkan mungkin nanti mati di sini, tapi kenapa kita mesti membayar sejumlah uang hanya karena semua kondisi itu? Tandanya kita tinggal di negeri ini ngontrak karena setiap periode kita harus membayar. Merana sekali.

Indonesia Mirip Hindia-Belanda

Saya jadi curiga, sepertinya hidup di alam kemerdekaan di negara Indonesia ini tidak ada bedanya dengan hidup di jaman Hindia-Belanda. Tapi sebelum saya telusuri kemiripan-kemiripan antara jaman Indonesia dengan jaman Hindia-Belanda, saya ingin menjawab lontaran orang-orang yang mengatakan “negara ini sudah final”. Pandangan bahwa “negara ini sudah final” akan menghadirkan kesan bahwa keberadaan negara ini dengan semua perangkat hukumnya sudah final dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Padahal kenyataannya tidaklah seperti itu.

Dahulu, Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak pernah ada. Dia baru muncul ketika diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum wilayah tempat kita berdiam ini dinamai Indonesia, namanya adalah Hindia-Belanda (Netherland Indies). Sebelum orang Belanda datang kemudian membangun Hindia-Belanda di sini, beberapa bagian wilayah ini dikuasai oleh negara Mataram, Demak, Kesultanan Ternate, Tidore, dll. Kalau kita tarik lagi ke belakang, maka akan muncul nama-nama seperti Majapahit, Sriwijaya, Singosari, dll. Yang ingin saya katakan adalah, ternyata negara-negara itu berubah dan  berganti. Sistem hukum, sosial, politik, dan perundangannya pun selalu berganti padahal wilayahnya itu-itu juga. Dengan kata lain, perkataan “negara ini sudah final” itu sebenarnya sangat menipu, sebab pada kenyataannya keberadaan negara-negara selalu berubah. Ada yang muncul, ada yang menghilang. Ada yang bangkit, ada juga yang runtuh.

Satu contoh lagi, dulu sebuah wilayah yang luas bernaung di bawah negara Khilafah Islamiyah. Pada tahun 1924, negara yang menaungi wilayah yang luas itu raib, berganti dengan Republik Sekular Turki.

Jadi sebenarnya tidak itu yang namanya ‘final’. Negara ini tidak final, akan selalu ada kemungkinan berubah di masa depan. Siapa tahu!

Indonesia Kok Mirip Hindia-Belanda

Ada sebuah kenyataan yang menyedihkan di negeri kita. Kita menyatakan bahwa kita telah bebas dari penjajahan, namun ternyata banyak kondisi yang ada di masa penjajahan masih harus kita rasakan hari ini setelah kemerdekaan itu kita raih. Padahal bukankah sudah seharusnya kondisi ketika merdeka itu berbeda dengan kondisi ketika dijajah?

Tanam Paksa pada masa Hindia Belanda

Hindia-Belanda adalah sebuah negara koloni Kerajaan Belanda yang wilayahnya terletak di wilayah yang kita sebut Indonesia sekarang ini. Pusat pemerintahan Hindia-Belanda terletak di Batavia (sekarang Jakarta). Kepala pemerintahan tertinggi di Hindia-Belanda adalah seorang Gubernur Jenderal. Jelas sekali, bahwa hadirnya pemerintah Hindia-Belanda di negeri ini tidak pernah bertujuan untuk mensejahterakan inlander (pribumi). Kehadiran mereka murni hanya untuk mengeruk apapun barang berharga yang mereka temukan di negeri ini, kemudian mereka alirkan hanya untuk kepentingan dan keuntungan diri mereka sendiri.

Pada tahun 1830, Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch menetapkan sebuah kebijakan bernama Cultuurstelsel, belakangan mekanisme ini dikenal sebagai Tanam Paksa. Sistem ini mewajibkan siapapun yang memiliki tanah untuk menyisihkan 20% tanahnya guna ditanami komoditas ekspor yang amat dibutuhkan oleh pemerintah Hindia-Belanda, seperti kopi, tebu, dan nila. Hasil panen kemudian dijual kepada pemerintan Hindia-Belanda dengan harga yang ‘sudah ditentukan’ (ngerti kan kenapa saya kasih tanda kutip di situ?). Lebih dari itu, penduduk desa yang tidak punya tanah harus bekerja di lahan-lahan pemerintah sebanyak 75 hari dalam setahun. Aturan tinggal aturan, praktinya ternyata lebih parah dari itu. Lahan penduduk yang dirampas oleh pemerintah ternyata bukan cuma 20% tapi seluruhnya, hasil panennya pun diserahkan tanpa kompensasi. Rakyat yang tidak punya tanah pun wajib bekerja bukan 75 hari, tapi 365 hari.

Karena kebijakan keji ini telah berhasil memakmurkan negeri Belanda, van den Bosch dianugerahi gelar Graaf pada tahun 1839. Baru pada tahun 1870 kebijakan ini dihentikan karena orang-orang Belanda sendiri memandangnya sebagai sebuah kebijakan yang keji (yaiyalah keji!!!).

Kondisi tanam paksa di atas mirip sekali dengan apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Pada jaman Hindia-Belanda rakyat tidak bisa menikmati sumber daya alam yang sesungguhnya menjadi milik mereka, hal yang sama terjadi pada jaman Indonesia. Berbagai ladang minyak dan barang tambang yang ada di negeri ini tidak bisa dinikmati rakyat karena sudah terlanjur dikuasai oleh korporat-korporat asing dengan legalisasi dari undang-undang  pemerintah Indonesia. Korporat-korporat asing seperti Freeport, Newmont, Exxon, Chevron, dll. itulah yang menguasai dan mengeruk sumber daya alam kita, sementara kita sendiri hanya mendapatkan ampasnya. Lihatlah betapa ganasnya limbah tailing yang dihasilkan dari aktivitas penambangan Freeport di Papua. Yang jadi korban adalah rakyat.

Kedua kondisi ini mirip, yang membedakannya hanya satu: pada jaman Hindia-Belanda, orang-orang asing penjajah itulah yang langsung memerintah kita, sementara pada jaman Indonesia, yang memerintah adalah anak-anak negeri kita sendiri, tapi mereka berpihak kepada orang-orang asing penjajah. Di saat yang sama pemerintahan kita itu menipu kita dengan slogan-slogannya. Miris sekali. [sayf]

Pajak Yang Menggelikan

Si Ucok geleng-geleng kepala. Pasalnya, ia tak habis pikir ketika iseng-iseng membaca struk belanjaan. Ternyata hampir semua barang yang dibelinya terdapat pajak pertambahan nilai sekian persen. Ucok lagi-lagi geleng kepala ketika kepala dusun mengumumkan lewat pengeras suara masjid bahwa semua warga dusun wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah dan bangunan yang mereka tempati. Ucok juga tercengang ketika kereta butut yang dibelinya dengan peras keringat dan banting tulang siang malam harus kena pajak kendaraan setiap tahunnya. Ucok semakin merana ketika dia tahu bahwa gajinya yang sudah kecil lagi-lagi harus disunat oleh Pajak Penghasilan. Ucok hanya bisa mencibir dan mengelus dada ketika dia melihat iklan pajak di televisi, “apa kata dunia?” Sekarang hampir semua sisi kehidupan Ucok sudah kena pajak. Apalagi yang tertinggal? Mungkin ketika dia mati, dia harus membayar untuk liang lahatnya. Mungkin hanya di akhirat saja dia akan terbebas dari pajak.

Apa yang terjadi pada si ucok terjadi juga pada kita semua. Pajak sudah mencekik hampir seluruh kehidupan kita, dan dia begitu menggelikan. Menggelikan? Ya, menggelikan! Kita lahir di negeri ini, tumbuh di negeri ini, dan mungkin kita akan mati di negeri ini, tapi mengapa kita mesti membayar sejumlah uang untuk tinggal di tanah kelahiran sendiri? Kita membangun rumah dengan hasil jerih payah kita sendiri, tapi mengapa kita harus membayar sejumlah uang karena rumah yang kita miliki? Kita membeli kendaraan dengan uang kita sendiri, lantas kenapa kita harus terus menerus membayar sejumlah uang setiap tahun hanya karena kita memiliki kendaraan? Kita peras keringat, banting-tulang, bekerja siang malam, lalu kita digaji, lantas mengapa kita mesti membayar sejumlah uang karena kita dapat gaji? Dengan demikian betapa menggelikannya pajak itu, sebab dia diberlakukan hanya untuk sebab-sebab yang tidak masuk akal. Kalau kita renungkan segala sesuatu tentang pajak, kita akan merasakan betapa menyesakkannya hidup di negeri ini. Padahal negeri ini negeri kita sendiri.

Kalau begini apa bedanya jaman sekarang dengan jaman Belanda dulu? Pada masa itu Belanda juga memberlakukan pajak-pajak yang tidak masuk akal pada pribumi. Ada pajak jendela, yang diberlakukan berdasarkan berapa banyak jendela yang dimiliki sebuah rumah. Semakin banyak jendelanya, semakin besar pajaknya. Ada juga pajak tebu, yang didasarkan pada berapa banyak tebu yang dipanen seorang petani tebu.

Membayar pajak jadi semakin menyakitkan ketika kita tahu ternyata pajak hanya jadi objek korupsi para pejabat. Hasil dari membayar pajak juga belum maksimal kita rasakan sekarang ini. Buktinya pelayanan publik masih amburadul, berbagai fasilitas publik juga masih sangat memprihatinkan. Pendidikan dan kesehatan mahal. Lantas dikemanakan dana pajak yang sebegitu besar? Mengapa dikerahkan berbagai macam cara untuk menarik pajak dari rakyat, sampai-sampai memberlakukan pajak-pajak yang menggelikan itu. Padahal tanah kita kaya raya. Jika kekayaan alam negeri ini diserahkan untuk kepentingan rakyat niscaya tidak perlu ada pajak yang membebani rakyat di negeri ini.

Semua hal menggelikan tentang pajak ini tidak asing lagi di dalam sistem kapitalisme. Sistem ini memang tidak akan pernah berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Sudah saatnya kita membuang sistem ini dari kehidupan kita, dan kembali kepada sistem yang lahir dari akidah sendiri, yaitu sistem Islam.

Pemuda Bersarung Kondom

Ketika gedung WTC meledak pada tahun 2001, tudingan terorisme langsung diarahkan ke hidung kaum muslim. Osama bin Laden langsung dijadikan kambing hitam, dan langkah selanjutnya adalah menyerang Afganistan hanya dengan berbekal dugaan bahwa di sana ada teroris al Qaeda yanng dipimpin oleh bin Laden. Pesawat-pesawat tempur Amerika beterbangan di udara Afganistan dan menjatuhkan bom-bom curah yang dalam sekejap meledakkan rumah-rumah penduduk dan menjatuhkan ratusan korban jiwa. Semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan satu orang, Osama bin Laden.

Kita bisa melihat bahwa Amerika selalu saja memakai cara-cara praktis dan instan untuk menyelesaikan suatu masalah, tanpa mempertimbangkan lebih jauh apa akibat dari tindakan itu. Bayangkan saja, mencari seorang bin Laden, tapi mengebom begitu banyak desa di Afganistan. Dengan kata lain kita bisa menyebut bahwa tindakan ini seperti membunuh nyamuk menggunakan senapan. Nyamuknya belum tentu mati, tapi orang-orang di sekitar kita yang akan lebih dulu jadi korban.

Cara-cara seperti ini bisa kita temukan juga dalam ‘gebrakan’ yang akan dilakukan oleh Menkes yang baru, Nafisah Mboi. Dia berencana untuk mempermudah akses remaja dalam mendapatkan kondom guna menekan angka aborsi dan kehamilan yang tidak diinginkan di tengah-tengah remaja. “Kita berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk remaja. Dalam Undang-Undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi. Namun kami menganalisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut data dari BKKBN,” kata Menkes. Menkes melihat, angka sebanyak itu menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan, Undang-Undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan (detik.com 15/5/2012).

Cara-cara Menkes ini mirip dengan tindakan-tindakan yang diambil Amerika ketika akan menyelesaikan suatu masalah, maunya cepat, serba instan, dan simplistik. Sekaligus tidak memikirkan apa dampak dari tindakan tersebut. Terlebih lagi tindakan-tindakan tersebut tidak menyentuh akar permasalahan sama sekali. Malah kemungkinan besar akan menciptakan masalah baru.

Jika masalah aborsi dan tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan itu diselesaikan dengan memudahkan akses remaja untuk mendapatkan kondom, kira-kira apa yang akan terjadi? Tentu saja peluang remaja untuk melakukan seks bebas akan semakin tinggi. Mereka akan merasa lebih aman untuk melakukan seks bebas tanpa perlu takut hamil. Dengan demikian seks bebas akan jadi semakin marak, dan moral remaja kita akan jadi semakin bejat.

Padahal akar permasalahan dari aborsi dan kehamilan yang tidak diinginkan itu adalah seks bebas, maka seharusnya seks bebas itulah yang mesti dimusnahkan. Semua peluang yang bisa menjurus kepada seks bebas harus dimusnahkan juga. Semua situs porno harus diblokir pemerintah, semua tayangan TV yang menjurus pada pacaran dan percintaan remaja harus dilarang, aktivitas kencan dan berdua-duaan mesti dilarang, dll. Sebab itu semua bisa mengarah kepada seks bebas. Sayangnya, tentu saja semua hal itu sulit sekali dilakukan karena negeri ini menerapkan paham liberalisme, hidup seenaknya dan semaunya sendiri. Sudah saatnya paham sesat itu disingkirkan.