CANTIK SEPERTI BARBIE

Image

Siapa yang tidak kenal boneka Barbie? Boneka cantik mainan favorit anak perempuan ini memang sangat cantik. Namun jika ada manusia yang cantiknya seperti boneka Barbie, kira-kira apa yang ada di benak kita? Di Ukraina ada seorang gadis yang jika kita lirikkan mata kepadanya, kita akan langsung teringat dengan boneka Barbie yang cantik itu. Nama gadis itu Valeria Lukyanova.

Bentuk wajah dan tubuh Valeria memang unik. Dia punya mata biru yang besar dan bulat,  bibir yang bulat, hidung kecil dan mancung, dan rambut pirang yang panjangnya melewati punggung. Bentuk tubuhnya pun sangat “Barbie”. Dia punya dada yang membusung besar dengan pinggang yang sangat kecil. Tak ketinggalan kaki yang panjang. dengan postur tubuh seperti ini tak aneh kalau dia dujuluki ‘Barbie Hidup’. Ada yang mengatakan bahwa Valeria melakukan operasi plastik ekstrim. Namun dia sendiri mengakui bahwa semua yang menempel di tubuhnya itu asli.

Wanita lain yang sangat terobsesi dengan Barbie adalah Charlotte Hothman. Gadis berusia 24 tahun asal Manchester Inggris ini menghabiskan ribuan poundsterling (ratusan juta Rupiah) agar bertampang seperti Barbie kesayangannya. Dia mengaku bahwa keinginannya itu sangat menyakitkan, sebab wajahnya sempat memar dan bengkak pasca operasi.

Dr. Anthony La Bruna, Kepala Manhattan Plastic Surgery, menjelaskan bahwa postur tubuh seperti Barbie sebenarnya sangatlah tidak proporsional bagi manusia. Buah dada yang begitu besar dengan pinggang yang sangat kecil tidaklah proporsional. Kalau ingin punya payudara seperti Barbie harus dilakukan pembesaran payudara sampai ukuran 38DD. Untuk memiliki tubuh yang langsing seperti Barbie pun harus dilakukan operasi pemotongan tulang iga, dan tentu saja operasi itu sangat menyakitkan. Padahal tulang iga sangat besar fungsinya untuk melindungi organ-organ dalam. Agar memiliki kaki yang indah dan panjang seperti Barbie pun harus dilakukan operasi penyambungan tulang kaki. Operasi macam begini sangat sulit dibayangkan. Dan dengan postur tubuh seperti Barbie ini akan membuat seseorang sangat kesulitan berjalan.

Lihatlah, perempuan telah sedemikian dijajahnya tentang berbagai opini tentang seperti apa itu perempuan cantik. Mitos kecantikan yang digaungkan korporasi telah sedemikian mengengekang. Cantik itu adalah kulit yang putih dan mulus, kata iklan krim pemutih kulit. Cantik itu wajah yang bersih, bebas jerawat, kata iklan krim anti jerawat. Cantik itu kalau perutnya langsing, kata iklan susu pelangsing. Cantik itu kalau rambutnya panjang dan hitam mengembang, kata iklan sampo urang-aring. Bahkan cantik itu adalah kulit yang mulus tanpa bulu, kata iklan krim pembabat bulu. Lihatlah, gambaran tentang apa itu cantik di benak kita telah dikendalikan sedemikian rupa oleh korporasi sehingga yang kemudian laku adalah produk-produk mereka. Yang  akan banyak uang dan kaya tentu saja para konglomerat alat-alat kecantikan itu. Dan kalau kita mengikuti semua pandangan tentang kecantikan yang telah dirumuskan oleh korporasi seperti di atas, betapa akan sangat sempit dan tersiksanya hidup kita.

Agama kita yang mulia, Islam, telah mengajarkan bahwa kecantikan yang hakiki dari seorang perempuan itu bukan dilihat dari fisiknya. Melainkan dilihat dari akhlak dan agamanya. Bahkan Islam melarang perempuan mengumbar kecantikannya di hadapan khalayak umum, kecuali kepada orang-orang yang berhak. Dengan mengikuti ajaran Islam, kaum perempuan akan terbebas dari tirani kecantikan korporasi. (sayf muhammad isa)

 

 

FUTUH RUUM (Episode 4)

Pangkalan militer pusat Khilafah Islamiyah di Hejaz baru saja memulai aktifitasnya pada sebuah pagi yang cerah. Jenderal Sayf Ali Khan mengenakan seragam hijaunya dengan balok pangkat bintang empat bertengger wibawa di kedua belah bahunya. Ia melangkah di koridor utama Markas Besar Angkatan Bersenjata Khilafah Islamiyah, menuju kantornya. Sepatu pantovelnya berdetak cepat di lantai yang dingin, menandakan bahwa ia sedang terburu-buru, sebab ia sedang ditunggu.

Jenderal Ali Khan berbelok di sudut, menuju ujung ruangan yang tertutup pintu ganda yang di sana tergantung namanya. Ia menghampiri pintu itu dan membukanya. Di dalam, telah hadir lima orang pria yang menunggunya. Begitu melihat sang pemimpin militer telah masuk, kelima pria itu serentak berdiri dan menghormat dengan gaya militer yang kaku. Jenderal Ali Khan mengangguk saja dengan senyum tipis, kemudian mempersilakan mereka duduk di sofa ruang tamu. Ia pun turut mengambil tempat di sofa itu.

Ruangan kantor perwira tinggi Khilafah Islamiyah itu cukup luas. Namun ruangan itu hanya dibagi dua bagian saja, ruang tamu di bagian depan, dan ruang kerja persis di sebelah ruang tamu.

“Kehadiran saudara sekalian sesuai dengan jadwal,” kata Ali Khan, ia menatap tajam pada tamu-tamunya. “Kuharap operasi intelijen  Futuh Ruum pun berhasil dengan baik.”

Empat dari lima orang tamu Jenderal Ali Khan memakai kaos oblong dan celana jins longgar saja. Cuma seorang yang mengenakan pakaian resmi berupa jas dan celana panjang hitam, juga kemeja putih dengan dasi, cukup perlente. Orang yang rapi jali itu adalah Kepala Badan Intelijen Khilafah Islamiyah, Izzatuddin Malik. Empat orang sisanya adalah agen-agen intelijen Khilafah Islamiyah.

“Kehadiran kami di sini untuk mengiformasikan bahwa operasi Futuh Ruum  telah berhasil dilaksanakan dengan sangat gemilang,” kata Izzatuddin Malik. Ia mengedarkan pandangannya kepada keempat orang anak buahnya. “Seluruh pemimpin tim sengaja kuhadirkan di sini untuk melaporkan secara langsung kepada anda, Jenderal.”

Masing-masing pemimpin tim intelijen itu mengeluarkan sebuah wadah pipih yang berisi piringan DVD dari saku celana mereka. Kemudian mereka meletakkan kepingan DVD itu di atas meja di hadapan Ali Khan.

“Operasi Futuh Ruum oleh Tim Umar berhasil dengan baik,” kata salah satu dari empat komandan tim itu, yang memakai kaos oblong bertuliskan “Khilafah Islamiyah”. Ia biasa dikenal sebagai Agen 1. “Kami berhasil menyusup ke basis militer Inggris, dan inisiasi bisa dilakukan kapan saja. Insyaallah jika Inggris ikut campur dalam Futuh Ruum, mereka tak akan pernah bisa bergerak lagi. Seluruh laporan jalannya Operasi Futuh Ruum ke Inggris termuat di dalam DVD ini.”

“Dengan pertolongan Allah pun Tim Khalid berhasil menjalankan misi,” kata orang kedua. Ia duduk persis di sebelah Agen 1. Ia memakai kaos oblong putih polos dan celana jins. Dialah Agen 2. “Insyaallah Rusia takkan bisa bergerak lagi.”

“Bagus! Alhamdulillah,” sahut Ali Khan. Ia menoleh kepada orang ketiga, dialah agen 3.

“Teknologi inisiator baru kita memang sebuah terobosan, dan telah melumpuhkan semua detektor musuh. Tim Ali berhasil menjalankan misi. Posisi Prancis telah diamankan.”

“Bagus sekali! Selanjutnya.”

Agen terakhir, Agen 4, tersenyum lebar. “Laporanku tak jauh beda dengan kawan-kawan. Jerman telah berhasil dilumpuhkan tanpa mereka sadari.”

“Luar biasa sekali! Kuucapkan selamat kepada tim intelijen,” dengan pandangan mata yang tajam Ali Khan menatap seluruh anak buahnya. “Akan kutekankan sekali lagi bahwa posisi intelijen dalam Futuh Ruum sangatlah penting. Tetaplah seperti ini, laksanakanlah tugas-tugas selanjutnya dengan tanpa cela. Keberhasilan misi saudara sekalian akan sangat menentukan suksesnya Futuh Ruum. Tim Intelijen Khilafah Islamiyah adalah tim intelijen terbaik, sebab berhasil mewujudkan bisyarah Rasulullah, Futuh Ruum.

 

000

 

Khalifah Muhammad Hasanuddin berdiri tegak kepala. Ia menawarkan senyum tipis yang ramah dan menatap lurus kepada Herman van Rompuy, Presiden Dewan Eropa. Pagi yang indah di Brussel, Belgia, akan menjadi pagi yang bersejarah. Di hadapan puluhan kilatan lampu blitz kamera mereka bertukar senyum dan berjabat tangan. Ruang konferensi pers di gedung Uni Eropa itu telah didekor sedemikian rupa untuk acara penandatanganan perjanjian hubungan bilateral dan perdamaian selama 10 tahun. Baru kali itu, seorang muslim bisa berdiri sama tegak dan begitu dihormati di tengah-tengah komunitas Uni Eropa, dialah pemimpin seluruh kaum muslim, Muhammad Hasanuddin.

Dua orang yang dihormati itu telah duduk di belakang meja. Mereka menghadapi beberapa helai kertas yang telah tersusun rapi di dalam sebuah map yang indah. Kertas-kertas itulah yang harus mereka tandatangani.

Khalifah mengambil pena yang telah tersedia, ia menandatangani helai kertas pertama dengan tenang. Mengapa ia bisa setenang itu sebab draft peranjian itu disusun oleh Khilafah Islamiyah dan diterima Uni Eropa hampir tanpa reserve. Saat ia hendak menandatangani lembar kedua, ia melirik pada van Rompuy.

Lelaki tua yang kepalanya telah hampir botak semua itu terlihat ragu-ragu. Lembar pertama pun belum selesai ia tandatangani. Tangannya agak gemetar. Ia menatap tulisan-tulisan di atas kertas itu dengan nanar. Walaupun seluruh poin perjanjian itu sangat menguntungkan kedua belah pihak, ia masih khawatir dengan hal-hal yang tidak diketahuinya.

Is there any problem, Mr. President?” Khalifah menoleh pelan pada van Rompuy. Khalifah kaum muslim itu mahir menggunakan tujuh bahasa: Inggris, Arab, Prancis, Jerman, Ibrani, Yunani, dan Belanda.

No… No… This is a good agreement,” sahut van Rompuy dengan agak gagap.

I believe it gives benefits to us all,” sambut Khalifah dengan senyuman. “But, why do you look so hard to sign it?

Van Rompuy tersenyum getir, ia menoleh pada Khalifah dan melontarkan pertanyaan yang menggelikan. “What exactly do you want behind this, Caliph?

Khalifah menatap mata van Rompuy dalam-dalam dan tersenyum lagi. “I want glorious victory, for Islam and Muslims.”

I know…” van Rompuy membubuhkan tanda tangannya di helaian-helaian kertas itu. Perjanjian itu telah disepakati. (bersambung)

FUTUH RUUM (Episode 3)

ImageWajah pria itu menunduk di hadapan salib besar, yang di sana Yesus Kristus meregang nyawa, yang menurut keyakinannya, untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Altar suci itu diterangi lilin-lilin tinggi. Cahayanya berpendar menerangi redup segala sisi. Pria itu kemudian menyentuhkan tangannya ke dahi, kemudian dadanya, membentuk tanda salib. Pria itu bertubuh gemuk, berkepala botak, jas hitamnya yang rapi menunjukkan bahwa dia orang penting. Dan memang dia benar-benar orang penting, dia adalah Presiden Republik Italia, Silvio Berlusconi.

Kegundahan yang aneh merambat di hati Berlusconi. Dia menengadah, menatap wajah patung Yesus Kristus yang berlumuran darah. Hatinya mengharapkan jawaban atas kekhawatirannya itu. Hembusan napas kekecewaan dilepaskan lubang hidungnya, jawaban belum dia temukan. Dia berdoa sekuat-kuatnya kepada tuhannya di kota suci Vatikan, tempat bersemayamnya para martir dan para pahlawan. Tempat di mana doa-doa dikabulkan. Tiba-tiba dia terkesiap, ada seseorang yang hadir di sisinya.

“Bapa Suci,” kata Berlusconi agak terkejut.

Ternyata yang hadir adalah Paus Benediktus XIII. Mahkota Kepausan bertengger anggun di kepalanya. Tongkatnya dia genggam, seolah-olah berat sekali. Jubah kebesarannya memang benar-benar kebesaran, sampai menyeret-nyeret di lantai. Tubuhnya ringkih sekali, berjalan saja sulit. Dia selalu ditemani uskup Ferdinand.

Altar itu sepi begitu juga Vatikan, Berlusconi memang berkunjung ke Vatikan pada saat-saat yang tidak biasa.

“Anda sedang berdoa, Presiden?” sapa Paus.

Berlusconi mengangguk saja.

“Anda jarang datang kemari, namun hari ini anda datang, mungkin ada masalah yang belum anda pecahkan??”

Berlusconi merengut, ia sadar kata-kata Paus adalah sindiran baginya. Saat ada masalah besar dia baru mengingat tuhan. Dia mengangguk, namun tak berkata apa-apa. Rupanya kegundahan telah menguasai hatinya.

“Ada yang bisa kubantu?” Paus menunduk kepada patung Yesus Kristus.

Berlusconi tersenyum tipis, “Cuma mencari sedikit ketenangan.”

“Anda datang ke tempat yang tepat. Tapi selain kepada tuhan, anda juga bisa menyampaikan masalah anda kepadaku, sebab kurasa masalah anda pastilah masalah yang berat. Karena itulah kulihat anda di sini sekarang.”

Berlusconi tersindir lagi, dia semakin malu. “Memang ada masalah, Bapa, tapi masalah ini belum terjadi. Mungkin ini cuma ketakutanku saja.”

“Masalah apakah itu?”

“Mungkin kau memikirkannya juga, Bapa, tentang Khilafah.”

Paus memaksakan senyum di wajahnya, sebuah senyum yang berat. Dia juga merasakan kekhawatiran di hati Presiden Italia itu. “Ada apa dengan Khilafah?”

“Jangan pura-pura tak tahu, Bapa. Tegaknya Khilafah adalah guncangan hebat bagi kita semua. Aku benar-benar tak menyangka, padahal dinas intelijen dahulu telah kutugaskan untuk menghancurkan setiap gerak orang-orang Islam yang bertujuan menegakkan Khilafah, sudah banyak orang yang dibunuh untuk menghentikan semua itu, tapi ternyata semuanya telah terlanjur berjalan dan akhirnya Khilafah itu pun tegak. Kalau dia sudah tegak, sulit sekali untuk menghancurkannya lagi. Aku tahu siapa mereka, Bapa, mereka tak akan diam. Mereka pasti akan datang ke sini, menginjak-injak ruangan ini, entah kapan. Dan dalam perjalanan mereka ke sini, mereka pasti akan menghancurkan Italia.” Akhirnya isi hati Berlusconi tertumpah sudah pada Paus Benedictus.

“Aku tahu,” sahut Paus. “Mungkin kekhawatiranku tentang hal itu lebih dalam lagi daripada anda. Aku tahu, setelah Khilafah tegak, hari-hari penuh duka itu akan datang juga. Tapi aku akan tetap berada di sini, apapun yang terjadi. Walau pun mungkin kota ini akan jatuh juga ke tangan mereka. Aku akan selalu berdoa, kalau memang tuhan menghendaki kota ini jatuh ke tangan mereka, mungkin itulah yang terbaik.”

“Tidak, Bapa,” Berlusconi menggeleng pelan. “Kita tidak boleh menyerah begitu saja. Kalau mereka memang datang ke sini, kita harus melawannya. Akan aku kerahkan semua kekuatan kita. Akan aku serukan semua orang Kristen di dunia ini agar turut memerangi mereka. Kalau memang perang suci seperti dulu harus berkobar, maka akan aku kobarkan dia.”

Tangan kisut Paus Benedictus terangkat, dia menepuk bahu Berlusconi yang tubuhnya jauh lebih tinggi darinya. “Aku merestui anda, dan tuhan pun merestui hambanya yang dengan segenap tenaga membelanya. Lakukanlah segala daya upaya untuk menghentikan langkah Khilafah.”

Berlusconi mengangguk dengan teguh.

 

000

 

Sinar emas matahari menaungi daratan Thrace, di kota Istanbul. Beberapa tahun yang lalu ketika Khilafah Islamiyah belum tegak, kota itu termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Turki. Ketika Khilafah tegak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak untuk taat pada Khalifah dan menolak untuk menggabungkan wilayah itu ke dalam naungan Khilafah Islamiyah. Akhirnya dikirimkanlah angkatan bersenjata Khilafah untuk membubarkan pemerintahan kufur Erdogan. Kaum muslim yang tinggal di Turki sendiri sebenarnya menunggu-nunggu datangnya pasukan Khilafah itu, untuk membebaskan mereka dari cengkeraman hukum-hukum kufur dan zhalim demokrasi yang diterapkan Erdogan beserta antek-anteknya. Erdogan sendiri mendapatkan hukuman diasingkan ke pulau Nusa Kambangan.

Di Istanbul, sejak dua tahun yang lalu telah dibangun pangkalan militer Khilafah Islamiyah yang dinamai Pangkalan Militer Mehmed al Fatih. Sebanyak tiga puluh ribu prajurit angkatan darat Khilafah islamiyah menempati kompleks pangkalan militer yang luas itu. Beratus-ratus tank dijajarkan di sana, belum lagi berbagai alat perang lainnya. Tak jauh dari sana membentanglah lapangan terbang Angkatan Udara Khilafah Islamiyah. Pesawat-pesawat tempur dibariskan memanjang. Seluruh kendaraan perang dan peralatan tempur itu dibuat di dalam negeri, oleh Pabrik industri alat-alat perang yang bernama Darul Harb.

Pagi itu, para prajurit telah berbaris rapi dalam sebuah apel akbar. Seragam loreng telah terpasang di tubuh para prajurit, dengan baret hijau. Senapan otomatis dipanggul di bahu mereka, dan mereka diam seperti patung. Di depan barisan mereka ada sebatang tiang bendera. Sehelai bendera militer Khilafah yang besar berkibar megah. Bendera itu warna hitam, dengan tulisan syahadat warna putih. Di sisi tiang bendera itu ada sebuah panggung, ada dua orang yang tegak di atas panggung itu. Mereka adalah Khalifah Muhammad Hasanuddin sebagai Panglima Besar angkatan bersenjata Khilafah Islamiyah, dan Jenderal Sayf Ali Khan sebagai Panglima Tinggi angkatan bersenjata Khilafah Islamiyah.

Komadan apel yang berdiri tegak seorang diri persis di depan panggung itu kemudian memekik.

“TAKBIIIRRR!!!”

“ALLAAAAHU AKBAR!”

Dengan serempak seluruh prajurit Khilafah itu bertakbir dengan membusungkan dada, dalam posisi tetap tegak dan memanggul senjata. Setelah takbir membahana mendadak sunyi datang kembali.

Khalifah maju selangkah, mendekati corong mikrofon yang ada di hadapannya. Jenderal Sayf Ali Khan setia menyertainya. Seperti biasa, Khalifah hanya mengenakan jas hitam sederhana dan sehalai sorban yang membungkus kepalanya. Ia selalu berpenampilan seperti itu sebab memang hanya jas hitam itulah yang ia punya. Hidupnya sangatlah sederhana hanya dengan santunan dari Khilafah. Matanya yang tajam menyapu seluruh barisan prajurit Khilafah Islamiyah, otaknya tak henti bekerja. Setelah memuji Allah dan bersolawat kepada Rasulullah Saw. junjungan alam, ia memulai pidatonya.

“Yaaa… ayyuhal juyuuusy… Teruslah persiapkan diri, sebab jihad bisa saja terjadi besok hari ketika matahari belum lagi tinggi. Kalian tidak akan pernah tahu, kemana kalian akan diberangkatkan berjihad. Namun, kemana pun kalian berangkat, di sanalah kasih sayang Allah dan surga. Teruslah persiapkan diri, teruslah bersiaga, sebab mungkin tak lama lagi aku akan turun berjihad bersama kalian…”

Khalifah tak panjang berkata-kata, ia segera mengakhiri pembicaraannya. Ketika ia akan menuruni panggung itu, ia menghampiri Jenderal Ali Khan dan berbisik.

“Persiapkan terus pasukan. Istandul akan jadi salah satu titik penyerangan ke Roma.”

“Perintah dilaksanakan.” Jenderal Ali Khan berdiri tegak dan menatap tajam pada Khalifah.

 

000