Tips dan Trik Memunculkan Ide

Do you love writing?

Terkadang apa yang sering kali dikeluhkan oleh kawan-kawan yang ingin tekun menulis adalah keterbatasan dan kebuntuan ide. Kesulitan menulis disebabkan oleh ketiadaan ide. Jika ide sudah tersedia, kemudian sudah digarap, problem selanjutnya adalah bagaimana caranya agar ide tidak buntu.

Saya ingat dengan apa yang pernah disebutkan oleh Pak Tun Kelana Jaya (DPP Hizbut Tahrir Indonesia) ketika saya mengikuti salah satu presentasi beliau, bahwa jika kita ingin memperbaiki kosakata kita, maka kita mesti banyak-banyak membaca novel. Sebab beliau mengatakan bahwa novelis adalah kalangan yang mampu menggambarkan sesuatu dengan amat nyata.

“Ruangan ini saja bisa jadi satu cerita dan bahkan satu buku di tangan seorang novelis,” kata beliau (saya yang novelis jadi merasa gimanaaaa gitu!).

Pengalaman ini kemudian mengatakan pada saya bahwa ide menulis bisa didapat dari manapun. Saya pernah ditanya tentang bagaimana caranya kita bisa mendapatkan ide tulisan. Saya menjawab, selama masih ada kehidupan pasti akan selalu ada kisah yang bisa kita tuliskan. Kalau dunia sudah kiamat dan semua orang sudah pada mati, barulah semua kisah sudah habis. Berikut beberapa cara saya untuk mempertahankan agar ide-ide tulisan tetap mengalir (mungkin poin-poin yang saya ketengahkan ini sangatlah standar).

Pertama, membaca. Membaca memang adalah cara yang sangat efektif untuk mendapatkan ide tulisan. Jika kita menghadapi kebuntuan dalam menggarap sebuah tulisan, maka bacalah berbagai tulisan lain yang berhubungan tulisan yang sedang kita garap tersebut.

Kedua, jalan-jalan. Pergi tamasya, atau bersilaturahim ke rumah kerabat adalah juga cara yang cukup efektif untuk memunculkan ide. Kita bisa bercanda dan mengobrol dengan orang-orang di sekitar kita, dan hal itu bisa kita jadikan sebagai bahan inspirasi tulisan.

Ketiga, nonton film. Cara ini juga cukup efektif untuk memunculkan ide-ide tulisan. Film adalah sebuah media audio-visual yang memiliki jalan cerita, dan dengan menonton film tentunya akan merangsang timbulnya ide di dalam benak kita.

Ketiga, berhenti sejenak. Berhentilah sejenak jika terjadi kebuntuan ide, kemudian lakukan hal yang berbeda. Berhenti sejenak ini akan mengistirahatkan pikiran kita. Setelah berhenti sejenak ini pikiran kita akan lebih segar dan berbagai ide-ide yang beterbangan di luar sana akan jadi lebih mudah kita tangkap.

Suatu kali saya membaca review sebuah film yang cukup menarik. Film ini film lama, judulnya Finding Forrester. Saya sendiri belum nonton filmnya. Namun satu hal yang membuat saya tertarik adalah ternyata film ini berkisah tentang kehidupan seorang penulis yang bernama William Forrester. Dikisahkan bahwa Forrester punya seorang murid. Saat pertama kali mengajari muridnya itu menulis sambil menghadapi sebuah mesin tik tua, ia berkata, “tuliskan apa saja, jangan berpikir.” [sayf]

Kisah Ainon Mardhiyah Dalam Hikayat Perang Sabil

Perang Sabil muslim Aceh melawan kafir Belanda yang dimulai ketika Belanda menyerbu Aceh pada tahun 1873 adalah perang terdahsyat dan terlama yang harus dihadapi Belanda sepanjang sejarah kolonialisme mereka di timur. Aceh adalah sekolah perang bagi militer Belanda, sebab di Aceh, Belanda harus menghadapi sekelompok manusia yang begitu teguh mengangkat senjata, berani, memiliki daya tahan tinggi, dan memiliki permusuhan yang begitu mendalam terhadap penjajahan mereka. Sehingga sepanjang penjajahan mereka di aceh, mereka tidak sanggup berdiri dengan tenang.

Salah satu hal yang membuat semangat perang muslim Aceh begitu berkobar adalah sebuah karya sastra, Hikayat Perang Sabil. Karya sastra ini menjadi bukti bahwa sastra adalah salah satu media yang sangat efektif untuk membangkitkan semangat, keyakinan, keimanan, dan spirit rela berkorban di dalam diri manusia. Dengan demikian jangan ada lagi siapapun yang meremehkan sastra.

Hikayat Perang Sabil konon ditulis oleh Teungku Cik Pante Kulu dalam perjalanan pulangnya dari Makkah setelah menunaikan ibadah haji. Seluruh bagian dari karya sastra ini berisi seruan dan dorongan agar muslim Aceh turun ke medan perang sabil untuk melawan kaphe (kafir, bahasa Aceh) Belanda. Di dalamnya berisi kisah-kisah kepahlawanan yang ditulis dalam bentuk hikayat. Menurut Teungku Ali Hasymi, seorang cendekiawan besar Aceh, kisah-kisah di dalam Hikayat Perang Sabil adalah fiksi.

Salah satu bagian dari hikayat ini berkisah tentang Ainon Mardhiyah (penyebutan lainnya adalah Ainul Mardhiyah). Kisah ini bercerita tentang seorang pemuda yang di dalam karya sastra ini disebut mudabelia. Dia adalah seorang pemuda yatim piatu yang ditinggali harta warisan yang lumayan dari orangtuanya. Dia pun adalah seorang murid dari seorang ulama yang bernama Abdul Wahid. Ketika itu mudabelia sedang berada di majelis gurunya yang sedang membahas perang sabil dengan orang tua-tua. Sementara di majelis itu juga ada orang yang menyenandungkan ayat Alquran. Salah satu ayat itu adalah surat Attaubah ayat 111. Inilah yang dikatakan mudabelia kepada gurunya.

Rindu hati tidak tertahan
Bertanya sambil memuji Ilahi
“Adakah benar yang demikian
Wahai Teungku payung kami?”

“Allah membeli nyawa kami
Surga tinggi tukaran pasti
Kalau memang demikian janji
Sekarang ini hamba pergi”

Abdul Wahid menjawab pasti
“Memang demikian anakku jauhari
Tuhan kita Khaliqulbahri
Tidak akan mengubah janji”

Mudabelia berdatang sembah
“Insyaallah wahai ya saidi
Nyawa dan harta, daging berdarah
Rela menyerah kepada Ilahi”

Pulanglah mudabelia ke rumahnya. Seluruh hartanya dia habiskan untuk belanja perang sabil. Dia beli senjata dan kuda. Dan bahkan dia tidak hanya belanja untuk dirinya sendiri saja, tapi juga untuk kawan-kawannya yang tidak mampu tapi ingin ikut dalam perang sabil. Hingga semua harta warisannya habis tak bersisa. Ketika datang hari keberangkatan pasukan ke medan perang sabil, mudabelia ada di barisan paling depan. Saat pasukan kelelahan dalam menempuh perjalanan menuju perang sabil, pasukan itu beristirahat. Mudabelia pun tertidur lelap.

Tiba-tiba mudabelia tersentak dan terbangun, dia menangis tersedu-sedu sambil menyebut-nyebut nama Ainon Mardhiyah. Saat kawan-kawannya bertanya kepadanya apa yang menyebabkan dia menangis dan meracau begitu rupa, dia tak mau menyahut. Hingga datanglah Abdul Wahid dan bertanya hal yang sama kepadanya. Kepada Abdul Wahid-lah Mudabelia menceritakan semuanya.

Tertidur hamba bagaikan pingsan
Rasanya terpandang sorga tinggi
Dahsyat ajaib tidak terlukiskan
Teladan umapama tiada di sini

Mudabelia menceritakan kepada guru dan teman-temannya apa yang disaksikannya dalam mimpinya, yang akan jadi tamsil ibarat bagi umat manusia.

Muda pahlawan lanjutkan kisah
Rasa hamba berjalan sendiri
Sepanjang sungai beralam indah
Ribuan kandil warna warni

Kandil bergantung tanpa tali
Berbuai indah karunia Allah
Batu pantai intan baiduri
Cahaya cemerlang sinar berseri

Demikian rupa siang dan malam
Kehendak Tuhan Ilahi Robbi
Termenung hamba duduk diam
Hilang akal, hilang budi

Cahaya zamrut penaka bintang
Sinar pualam setahun lari
Rasakan pingsan hamba memandang
Akal melayang, ingatan khali

Telapak kaki terasa tiada
Jatuh terkulai pantun diri
Sungai bening manis rasanya
Kalkausar nama dari Ilahi

Mudabelia dalam mimpinya berjalan sendiri, mengikuti arus sebuah sungai yang bening dan indah. Pasir di sekitarnya dari intan permata. Ada kandil-kandil yang melayang tanpa tali. Semuanya adalah keindahan tak terperi. Mudabelia terus berjalan menyusuri sungai itu, hingga dia melihat ada dara-dara yang sedang mandi.

Dara turun mandi bersama
Di air bening kecimpung riang
Kulit kuning memancar cahaya
Dalam sungai sinar cemerlang

Sambil mandi dara bernyanyi
Berbalas pantun lagu rindu
Suara merdu bagaikan nafiri
Mengalun nyaman menyentuh kalbu.

Kain tipis lilit di badan
Kalung mutiara pakai di dada
Umur sebaya, rupa sepadan
Muda remaja gadis jelita

Memandang betapa cantiknya dara-dara itu, sebagai lelaki normal pastinya Mudabelia merasa terpesona dan terbangkitkan naluri cintanya. Ketika dara-dara bidadari itu menatap padanya, mereka berkata bahwa mereka hanya dayang-dayang, sementara tuan putri telah lama menunggu Mudabelia di depan sana.

Dara gairah mencumbu daku
“Datang sudah jodoh dinanti
Tunangan putri berhati rindu
Selamat tuan sampai di sini

Mudabelia berjalan lagi, menyusuri sungai Kalkausar. Di depan dia menemukan lagi dara-dara jelita. Dara-dara itu menyambutnya dan mengatakan hal yang sama. Bahwa tuan putri telah lama menunggunya, dan mereka hanyalah dayang-dayang dari tuan putri itu.

Dara jenaka mengedip hamba:
Bercumbu kata seperti tadi
“Sampailah janji, jodoh pun tiba
Menyongsong adinda gahara putri

Termenung heran wahai guruku,
Mendengar cumbu kata dara
Lihat rupa bulan syahdu
“Apa gerangan kata adinda”

Tuanku ampun raja kami
Putri dendam dalam istana
Kasih bergelut di dalam hati
Siang malam rindukan kakanda

Kami ini dayang-dayang
Hanya pelayan tuan putri
Kemudian hamba terus berjalan
Jumpa lagi sungai suci

Beberapa kali Mudabelia bertemu dengan taman dan sungai. Beberapa kali pula dia bertemu dengan dara-dara jelita yang sedang mandi atau sedang bermain-main. Berbagai keindahan mengepungnya, namun belum dia temukan juga di mana tuan putri yang katanya telah menunggunya itu.

“Assalamualaikum putri pilihan
Di sinikah gerangan jodoh hamba?
Ainon Mardhiyah di mana tuan?
Katakan wahai dara jelita”

Dara rupawan sampaikan pesan
Suara bagaikan buluh perindu
Lagu merdu, irama menawan
Penaka rebab menyayat kalbu

Heran sesaat termenung hamba
Keringat limpah, kalbu merindu
“Marhaban salam bahagia
Selamat datang tuan kemari”

Sampailah Mudebalia di hadapan sebuah istana dengan taman-taman yang indah tidak terperi. Sampai-sampai kata-kata tak sanggup lagi melukiskan keindahannya. Ketika dia masuk ke taman-taman itu, dia bertemu lagi dengan dara-dara jelita (isinya surga emang bidadari doang ya! Subhanallah.)

“Alhamdulillah kurnia Ilahi
Pahlawan kami telah tiba
Dayang-dayang lunglai berlari
Kepada putri laporkan berita

Lihat wahai putri andalan
Jodoh tuan kemala negeri
Itu di taman muda pahlawan
Rindu dendam di dalam hati

Berjumpalah Mudabelia dengan Ainon Mardhiyah. Kegembiraannya tak terperi, ketika mata mereka saling berpandang. Gelora hati membuncah dalam, menikmati cinta karunia ilahi.

“Ya Allah Tuhan penyayang
Mahasempurna karuniaMu ini
Jodohku kekasih sayang
Kemala negeri telah kembali

Cinta melanda pantai hatiku
Panah rindu mengamuk di dalam
Kini kami sudah bertemu
Kekasihku datang bawakan manikam

… Aduhan kakanda kemala hati
Mujahid sejati kekasih Allah
Hatiku gaira mari kemari
Adik menanti berhati gelisah

Kemari sayang, ke atas peraduan
Bantal tilam emas bersuji
Silakan mari kakandaku tuan
Cinta bergelut di dalam hati

Malu mengapa kemala negeri
Istana ini pusaka Ilahi
Untuk kakanda mujahid berani
Pejuang sabil dalam perang suci

Ketika Mudabelia telah diselimuti gairah cinta, ia hendak memeluk dan mencium Ainon Mardhiyah. Sayangnya, dengan lembut Ainon Mardhiyah menolaknya.

Gemetar tubuhku sekujur badan,
Hilang keseimbangan dalam diri,
Ingin memeluk dara rupawan,
Tetapi puteri mengelak diri

“Aduhai tuan mainan hatiku,
Sabar dulu kemala negeri,
Sebentar lagi datanglah waktu,
Sekembali abang dari Perang Suci.

Aduhai sayang pahlawan setia,
Malam ini sampailah janji,
Sekejap tangguh pinta adinda,
Jiwa kakanda belumlah suci.

Pinta kakanda makbul sudah,
Kembalilah sayang ke medan perang,
Asalkan niat ikhlas lillah,
Meninggikan Kalimah Tuhan Penyayang

Ainon Mardhiyah menyuruh Mudabelia kembali ke medan perang. Sebab masih ada kewajiban yang harus ditunaikan. Nanti kalau gelar syuhada telah disandang, itulah mahar paling indah buat Ainon Mardhiyah. Subhanallah, walhamdulillah, wallahu akbar.

Setelah menceritakan semua itu, turunlah Mudabelia ke medan perang. Sudah banyak kaum kafir yang tewas di tangannya, hingga meraih syahid dalam perang sabil. Cintanya kini menyatu dengan Ainon Mardhiyah. [sayf]

Membangkang Khalifah Karena Rokok

Bahaya Rokok

Saya merasa beruntung sekali bahwa saya tidak memiliki kebiasaan merokok. Malah saya sering kali merasa muak kalau ada orang yang merokok di dekat saya. Asapnya itu lho yang bikin sebal, apalagi perokok pasif katanya punya risiko lebih berbahaya daripada perokok aktif itu sendiri. Karena saya tidak merokok itu pulalah saya bisa dengan bebas menuliskan naskah ini.

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmet I (wafat 1617 M), Khilafah Ustmaniyah memberikan hak-hak istimewa kepada Belanda, sehingga membuat Belanda bisa masuk dan berdagang dengan bebas di berbagai wilayah Khilafah Ustmaniyah. Karena hak-hak istimewa inilah kemudian Belanda selain berdagang juga menebarkan rokok kepada rakyat negara Khilafah. Rokok yang sedang merebak ini pun sampai juga ke kalangan militer terutama pasukan Janisari dan birokrat Khilafah Utsmani. Hingga pasukan elit ini dan para birokrat Khilafah menjadi demikian kecanduannya kepada rokok.

Sultan Ahmet I

Kita sama-sama mengetahui betapa bahayanya rokok bagi kesehatan masyarakat. Para ulama kemudian berfatwa bahwa merokok itu haram karena rokok membahayakan kesehatan. Karena fatwa ini kemudian timbul gejolak penentangan di tengah-tengah militer yang didukung oleh birokrat.

Modus yang digunakan Belanda ini juga mereka gunakan lagi di Aceh. Ketika mereka membuka kontak dagang dengan Aceh dan melakukan penyerangan terhadap Aceh, mereka menebarkan candu ke tengah-tengah masyarakat. Begitulah orang-orang kafir, selalu menggunakan berbagai cara untuk melemahkan kaum muslim. Kita harus mewaspadai setiap hal yang disodorkan kaum kafir terhadap kita, karena bisa jadi ada ‘sesuatu’ di belakangnya. [sayf]

Sekilas Tentang Douwess Dekker

Sampul Max Havelaar terbitan baru.

Berbalas SMS dengan orang yang berilmu memang paling seru. Selalu ada saja berbagai informasi yang bisa kita eksplorasi. Salah satunya adalah hasil SMS-an saya dengan guru menulis saya, Pak Salman Iskandar.

Beberapa minggu yang lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke kediaman Pak Salman, dan saya langsung takjub dengan koleksi buku-buku bersejarah milik beliau. Karena takjub, biasalah, saya melihat-lihat rak buku beliau seperti orang udik baru melihat metropolitan. Hanya saja metropolitan yang satu ini lain, yang ini metropolitan ilmu. Di antara jajaran buku-buku tersebut saya menemukan sebuah buku bersampul hijau dengan tulisan MAX HAVELAAR tertera di sana. Wah ini buku Max Havelaar karya Douwess Dekker yang terkenal itu, pikir saya. Sejenak saya bolak-balik halaman buku itu, yang ternyata adalah sebuah novel. Buku tersebut adalah buku terjemahan.

Nah, tadi malam, Pak Salman meng-SMS saya. Beliau mengabarkan bahwa beliau telah mendapatkan buku Max Havelaar yang asli terbitan bahasa Belanda yang diterbitkan tahun 1917. Jadi sekarang beliau punya buku Max Havelaar terjemahan bahasa Indonesia dan buku dengan bahasa aslinya, bahasa Belanda.

Novel Max Havelaar yang dikarang oleh Eduward Douwess Dekker ini jadi best seller pada abad ke-19 dan abad ke-20 M. Novel ini berkisah tentang gugatan terhadap kekejaman kolonialisme Belanda di Hindia-Belanda (Indonesia). Buku ini fenomenal karena ditulis oleh orang Belanda sendiri. Cucu dari Douwess Dekker ini, yang bernama Ernest Douwess Dekker, malah jadi pejuang nasional sekaligus jadi WNI dan bahkan turut mendirikan Indische Partij. Beliau juga masuk Islam dan jadi mualaf dengan mengganti nama menjadi Dr. Danoedirdja Setiaboedhi. Sejak saat itu beliau selalu pakai peci, dan juga turut aktif di Masyumi. Beliau juga pernah jadi menteri pada masa Orde Lama. [sayf]

Fetih vs Dracula

Sedang dalam persiapan terbit.

Kedua tokoh ini memang sama-sama orang besar pada masanya. Mereka hidup sezaman, usia mereka hanya terpaut setahun (Fetih lahir tahun 1432, Dracula lahir tahun 1431), dan ada kemungkinan mereka pernah saling bertatap muka serta saling bicara. Hanya saja sejarah mencatat bahwa kedua tokoh ini adalah musuh bebuyutan yang selalu siap menghunuskan pedang satu sama lain.

Fetih adalah gelar bagi Sultan Mehmed II, Sultan Ustmani ketujuh, penakluk Konstantinopel. Fetih sendiri bermakna penakluk, sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab ‘Fatih’, yang kemudian berubah menjadi Fetih di lidah orang-orang Turki (sebagaimana nama Muhammad dalam bahasa Arab kemudian berubah menjadi Mehmed dalam bahasa Turki). Sejak kecil Sultan Mehmed memang sudah dididik untuk menjadi penakluk dan komandan terbaik seperti yang pernah diberitakan Rasulullah dalam hadisnya yang masyhur. Ulama-ulama besar seperti Syekh Ahmad al Qurani dan syekh Aaq Syamsuddin menjadi guru yang membimbing pertumbuhan dan perkembangan beliau. Sejak kecil beliau telah diajari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya kemampuan militer dan kepemiminan, tetapi juga berbagai ilmu syariah, sejarah, dan bahasa. Beliau mampu bicara dalam tujuh bahasa.

Sementara Dracula adalah gelar bagi Vlad III. Dia adalah seorang Voivode (pangeran/penguasa) sebuah negeri di daratan Balkan (Eropa Timur) yang bernama Wallachia. Gelar Dracula ini diturunkan dari ayahnya, Vlad II, yang bergelar Dracul (artinya Sang Naga dalam bahasa Romania). Awalnya, gelar ini adalah Draculea, di mana akhiran ‘ulea’ dalam bahasa Romania bermakna ‘putra dari’. Dengan demikian Draculea berarti ‘putra sang naga’. Pada perkembangan selanjutnya, Draculea berubah menjadi Dracula atau Draculya. Dia dikenal sebagai seorang tiran yang kejamnya tidak terperi.  Dia gemar menyiksa orang dengan cara dipancang, ditusukkan tiang runcing dari tubuh bagian bawah sampai tembus ke bagian atas, kemudian tiang itu ditanam, sehingga membuat mayat itu berkibar-kibar mengerikan. Bahkan sejarah mencatat bahwa dia pernah melakukan pemancangan pada sekitar 20.000 prajurit Utsmani, sehingga membuat Tirgoviste (ibukota Wallachia) menjadi hutan pancang dengan bau busuk yang memuakkan.

Dalam sejarah, Dracula pernah dijadikan sebagai tawanan dan harus tinggal di bawah pengawasan Ustmani. Walaupun berposisi sebagai tawanan, Ustmani memperlakukannya dengan baik dan mengajarinya berbagai macam ilmu. Sayangnya kelicikannya malah menjadi bencana besar bagi Ustmani. Dalam sebuah pertempuran malam di Wallachia, Dracula pernah hampir saja membunuh sultan Mehmed. Peristiwa tersebut dikenal sebagai The Night Attack. Untuk merespons kebengisan Dracula, Sultan Mehmed pernah memimpin langsung pasukannya untuk menyerang Wallachia, namun ketika dia baru saja memasuki gerbang kota itu, bau busuk yang kuat langsung menguar dan menggedor penciuman. Begitu menyaksikan kengerian yang ada di hadapannya, hutan pancang yang penuh dengan mayat-mayat yang tersangkut pada tiang dan membusuk, Sultan Mehmed muntah-muntah dan langsung memerintahkan pasukannya untuk mundur sementara.

Berbagai kontak dan pertempuran antara Fetih dan Dracula itulah yang menjadi inspirasi untuk serial novel THE CHRONICLES OF DRACULESTI ini. Inspirasi sejarah yang demikian membuat novel ini memiliki alur yang cepat dan keras. Di dalamnya dikisahkan dengan begitu dramatis bagaimana kemuliaan dan kegungan Islam (yang diwakili oleh Fetih Sultan Mehmed), dan bagaimana kebengisan kaum kafir (yang diwakili oleh Dracula). Aroma jihad fi sabilillah dan perjuangan mempertahankan kemuliaan Islam merebak dengan sangat kuat di dalam novel ini. THE CHRONICLES OF DRACULESTI direncanakan akan terbit 10 seri. Saat ini sedang dipersiapkan untuk penerbitan seri ke-3. Novel ini bergenre fiksi-sejarah-Islam-ideologis.

Nabi Muhammad Dihina

Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya manusia paling hebat dan agung dalam sejarah peradaban umat manusia sepanjang masa. Baik orang Islam sendiri maupun orang kafir mengakui kehebatan dan keagungan Nabi Muhammad saw. Sudah banyak pula kalangan yang membahas tentang berbagai perbuatan Nabi Muhammad bagi umat manusia yang kemudian membuat beliau menjadi agung dan hebat. Dengan demikian jika orang-orang mau bersikap objektif dan jujur sedikit saja, pastilah mereka akan turut mengakui betapa hebat dan agungnya Nabi Muhammad saw.
Sayangnya masih tetap ada saja kalangan yang menimpakan hinaan keji kepada Nabi Muhammad saw. Berbagai media, berbagai bentuk, dan berbagai propaganda keji telah digunakan untuk menghina Nabi Muhammad sejak dulu hingga sekarang. Menjelang keruntuhan Khilafah Islamiyah di Turki, sekelompok grup teater di Prancis pernah hendak mementaskan sebuah drama yang di dalamnya ada muatan pelecehan terhadap Nabi Muhammad. Hampir saja drama itu berhasil dipentaskan, Khilafah menyerukan kepada Prancis untuk segera menghentikan pementasan itu. Hingga kemudian Prancis benar-benar menghentikannya. Pada abad kita ini, sebuah media di kawasan Skandinavia yang bernama Jylland Posten pernah memuat karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai teroris. Anggota parelemen Belanda yang bernama Geert Wilders pun pernah membuat sebuah film yang berjudul Fitna, yang memuat penghinaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Hingga baru-baru ini film Innocense of Muslims kembali mengguncang rasa keberagamaan kaum muslim. Gejolak terjadi di mana-mana. Demonstrasi ramai dilakukan kaum muslim. Jutaan muslim bereaksi keras terhadap film tersebut. Kedubes dan Konjen AS di berbagai negara dikepung oleh kaum muslim. Sayangnya penghinaan dan pelecehan terhadap Nabi terus berulang.
Tidak bisa tidak, kaum muslim wajib mendirikan kembali Khilafah Islamiyah yang akan melindungi secara nyata kehormatan Nabi Muhammad saw. Sebab Khilafah-lah yang dengan seluruh kewenangannya akan memiliki kekuatan untuk menindak tegas siapapun yang berani-berani menghina Nabi Muhammad saw. Tanpa Khilafah, sekuat apapun demonstrasi dilakukan, penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw. akan terus berulang. walaupun begitu, aksi massa kaum muslim sangatlah penting untuk terus dilakukan untuk mendongkrak kerasadarn kaum muslim akan pentingnya Khilafah guna melindungi kemuliaan Nabi Muhammad saw. Tetap maju!

Futuh Ruum [Episode 5]

Dmitri Medvedev, Presiden Rusia gemetar. Apa yang dia rasakan dirasakan pula oleh perdana menterinya, Vladimir Putin. Mereka berdua sedang tegak berdiri di dalam sebuah aula yang megah, di Istana Kremlin, Moscow.

Dinding-dinding aula di istana Kremlin itu penuh dengan lukisan-lukisan. Berbagai lukisan itu tidak tergambar di atas bingkai, tetapi memang tergambar di atas dinding aula. Sebuah lampu kristal yang besar dan indah sekali menggelantung di tengah-tengah ruangan. Seutas rantai yang kuat terjulur dari langit-langit dan mencengkeram lampu hias itu. cahaya yang benderang berpijar dari sana, menerangi seluruh ruangan. Pada dindingnya tertempel pula lampu dinding dengan desain yang menawan. Di lantai, karpet warna merah terhampar luas menutupi seluruh ruangan. Di tengah-tengah aula itu, sofa-sofa telah berjajar. Sofa-sofa itu disusun membentuk huruf “U”.

Di depan jajaran sofa yang indah-indah itu, Dmitri Medvedev dan Vladimir Putin telah berdiri menunggu. Beberapa pejabat teras pemerintah Rusia pun turut hadir. Mereka semua menatap ke ambang pintu aula.

Tak lama kemudian, yang ditunggu-tunggu itu datanglah. Di ambang pintu aula muncul tiga orang laki-laki gagah. Mereka melangkah bersisian. Yang di tengah, Khalifah Muhammad Hasanuddin. Seperti biasa, ia mengenakan jas hitamnya yang sederhana, tak ketinggalan surban putihnya. Sepatunya yang hitam mengilap menjejak karpet merah dengan agung dan penuh wibawa. Dialah pemimpin besar dari sebuah negara besar, Khilafah Islamiyah. Sebuah negara besar yang telah mempersatukan seluruh negeri kaum muslim di dunia di bawah satu kepemimpinan seorang Khalifah. Sebuah negara yang diwariskan Rasulullah saw. sendiri kepada umatnya. Sebuah negera yang dijalankan berdasarkan hukum dari langit.

Melangkah di sebelah kanan Khalifah adalah Panglima Tinggi Khilafah Islamiyah, Jenderal Sayf Ali Khan. Dialah pemimpin militer Khilafah Islamiyah yang telah berhasil menahan serangan besar-besaran Amerika Serikat ketika Khilafah pertama kali berdiri. Dia pulalah yang telah merebut kembali tanah suci Palestina ke tangan kaum muslim dan menghilangkan negara Israel Yahudi dari peta dunia. Dia seorang pria yang tangguh dan kuat, tak ubahnya Salahuddin al Ayubi.

Di sebelah kiri Khalifah melangkahlah Duta Besar Khilafah untuk Rusia, Tayyip Effendi. Dubes Tayyip mengenakan kopiah tinggi khas turki, sebab dia memang orang turki. Dubes Tayyip sangat fasih berbahasa Rusia, sehingga dialah yang dipilih Khalifah untuk mengelola hubungan Khilafah dengan Rusia. Selain itu dia juga seorang akademisi yang telah sekian lama malang melintang di kancah hubungan internasional, khususnya dengan Rusia.

Khalifah Hasanuddin, Jenderal Ali Khan, dan Dubes Tayyip sedang mengadakan kunjungan bilateral dengan Rusia. Mereka akan mengikat sebuah perjanjian damai dan perjanjian ekonomi selama sepuluh tahun. Namun selain itu, ada manuver tersembunyi dari persetujuan Khilafah dengan Rusia. Kunjungan kerja keluar negeri haruslah murni untuk kemaslahatan kaum muslimin, bukan untuk plesiran.

Ketika Medvedev dan Putin menatap para pejabat tinggi Khilafah Islamiyah itu melangkah, ada sehelai kegentaran yang nyata terpampang di depan mata mereka. Medvedev saling menggenggam tangannya di belakang tubuhnya, berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa dia gemetaran. Putin menelan ludah. Dan setiap kali dia ulangi lagi perbuatan itu, semakin sulit saja dia menelan ludah.

Dengan senyuman yang ramah Medvedev dan Putin mempersilakan para pejabat teras Khilafah itu duduk di sofa. Mereka duduk saling berhadap-hadapan. Para pejabat pemerintahan Rusia duduk di sofa barisan belakang, tepat di belakang Medvedev dan Putin.

“Senang sekali bisa menerima kunjungan Khalifah dan koleganya di negeri kami,” Medvedev membuka percakapan.

“Kami yang sangat tersanjung dengan sambutan dan keramahtamahan Tuan Presiden, Tuan Perdana Menteri, serta seluruh jajaran pemerintahan Rusia,” kata Khalifah Hasanuddin dalam bahasa Rusia yang fasih. “Dan saya harap, persetujuan kita kali ini bisa menguntungkan kedua belah pihak.”

“Hal itu jugalah yang kami harapkan,” kata Putin.

Beberapa detik berlalu, kesunyian mengudara, tidak ada satupun dari mereka yang bicara. Seakan-akan ada kecanggungan yang aneh yang dirasakan oleh para petinggi pemerintahan Rusia itu ketika berhadapan dengan Khalifah. Ada pancaran wibawa yang agung yang keluar dari Khalifah Hasanuddin. Wajahnya yang tampan dan kedalaman ilmunya membuat siapapun menghormatinya, walaupun dia masih muda.

“Setelah jangka waktu sepuluh tahun berlalu, kira-kira bagaimana kelanjutan persetujuan kita?” Senyum merekah di wajah Medvedev. Dia membuka topik pembicaraan baru untuk menetralkan setitik kegundahan hatinya.

“Yang Mahatahu hanyalah Allah,” sahut Khalifah. “Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang akan kami lakukan saat ini adalah menepati seluruh isi persetujuan ini dan menjaganya baik-baik. Itu jugalah yang kami himbau kepada tuan-tuan tentunya. Semoga dengan sikap saling menghormati ini, kerjasama yang saling menguntungkan di antara kita bisa terus berlanjut.”

 

000

It’s an honour for me to see you, Prime Minister of England, Mr. David Cameron,”  Khalifah Hasanuddin menatap tajam pria berambut pirang yang duduk di hadapannya.

Oh, it’s also a pleasure for me to meet the Caliph of the Khilafah State,” jawab David Cameron.

Pertemuan antara Khilafah Islamiyah dengan Kerajaan inggris sedang berlangsung di kantor Perdana Menteri Inggris, di Downing Street nomor sepuluh. Khalifah duduk di sofa ruang tamu berhadap-hadapan dengan Perdana Menteri Inggris, David Cameron.

I believe, the bilateral agreement of peace and trade will provide us many benefits,” Khalifah menggerakkan tangannya saat sedang bicara. “I hope we can hold this agreement carefully.”

Obviously,” sahut Cameron singkat saja.

“Kami dengan amat sungguh-sungguh ingin sekali menekankan himbauan ini, Tuan Perdana Menteri.” Senyum tipis membayang di wajah Khalifah, namun sorot matanya memancarkan sorot ketegasan yang gagah. Sebelum itu tak pernah ada seorang muslim pun yang mampu melakukannya. Inggris telah lama memegang kendali atas negeri-negeri kaum mulsim. Telah lama menginjak-injak tanah kaum muslim. Dan kaum muslim tak ubahnya budak di bawah jejak lars Inggris. Kini keadaan berubah setelah keberadaan Khilafah Islamiyah.

“Maksud anda?” Tanya Cameron. Ada tanda tanya terlukis di wajah Perdana Menteri Inggris itu.

Khalifah bicara dengan halus dan lembut. Suaranya penuh wibawa, dengan tempo yang tertata. Dia meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua belah pahanya. Punggungnya bersandar dengan nyaman di sofa. Dan apa yang akan dia katakan akan membuat gentar seluruh Inggris Raya.

“Sejarah mengungkapkan bahwa dahulu Inggrislah yang turut campur tangan dalam konspirasi meruntuhkan Khilafah Islamiyah. Inggris menyuplai dana, senjata, bantuan logistik, dan banyak hal lagi kepada pemberontak. Inggris menghembuskan paham nasionalisme sehingga kaum muslim terpecah-belah dan Khilafah Islamiyah berantakan. Anda tahu, Tuan Perdana Menteri, seberapa jahatnya apa yang telah dilakukan Inggris bagi Khilafah Islamiyah dan kaum muslim?”

Cameron terpaku menatap Khalifah. Ekspresinya datar, ia sudah kebingungan mencari kata-kata.

“Karena perbuatan Inggris,” lanjut Khalifah, “ribuan bahkan jutaan anak-anak kami tewas menjadi korban. Ribuan bahkan jutaan wanita kami diperkosa. Ribuan bahkan jutaan umat kami kehilangan rumah dan harta bendanya.”

“Mengapa anda menyalahkan Inggris atas apa yang terjadi pada muslim, Khalifah,” gumam Cameron. Sebelah alisnya terangkat, jantungnya berdegup kencang.

Sudah tidak ada lagi senyum di wajah Khalifah. Tatapan mata Khalifah setajam pedang yang siap menusuk sanubari. “Saya bukan menyalahkan Inggris. Saya hanya mengingatkan Inggris tentang seberapa besar dosa yang telah dilakukan Inggris kepada kaum muslim. Dan siapapun yang berdosa, pasti akan mendapatkan balasan atas dosa-dosanya. Sekali lagi saya tekankan kepada anda, Tuan Perdana Menteri, pegang teguh perjanjian yang sudah kita sepakati ini. Kesalahan-kesalahan yang dahulu jangan diulangi lagi. Jika saya temukan gelagat yang kurang baik dari Inggris…”

Khalifah Hasanuddin duduk tegak, kemudian ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Cameron, “… akan saya serukan seluruh kaum muslim untuk melaksanakan jihad akbar melawan Inggris, hingga bendera Union Jack tidak akan pernah berkibar lagi sampai hari kiamat. Do I make myself clear, Mr. Prime Minister?”

Cameron gemetar, keringat dingin tiba-tiba bercucuran dari keningnya. Dia tak bisa menjawab apa-apa. Hanya anggukan pelan saja yang bisa dia lakukan.

“Good!” Gumam Khalifah. [Bersambung]

Bertemu Dengan Orang Soleh

Memang benar sekali apa yang beribu tahun yang lalu disampaikan oleh panutan kita Rasulullah Muhammad Saw., bahwa silaturahmi dan saling mengunjungi itu memang memiliki kekuatan yang luar biasa dalam mengelola hubungan kita dengan orang lain. Apalagi jika saling mengunjunginya dengan orang-orang yang saleh, pastilah kita akan menangguk banyak ilmu dan kebijaksanaan dari mereka. Hal itulah yang terjadi pada saya baru-baru ini, dan bahkan saya mengunjungi orang-orang yang bukan hanya saleh tetapi juga sukses dalam bidangnya masing-masing. Saya banyak belajar dari mereka dan seluruh jempol yang ada di tubuh saya akan saya acungkan kepada mereka.

Obrolan Penuh Hikmah Lebih Nikmat Dari Sate Kelinci

Seminggu setelah idul fitri yang lalu saya dikontak via sms oleh bos saya di D’rise, Pak Adhi Maretnas Harapan. Kata beliau ust. Fatih Karim lagi ada di Medan. Beliau memberi saya nomor kontak ust Fatih. Mendapat informasi seperti ini saya jadi bergairah. Saya pikir rejeki nomplok bisa ngobrol lebih dekat dengan ust Fatih. Selama ini saya baru mengenal nama besarnya saja, belum pernah bertemu sama sekali. Beliau adalah guru dari mas Felix Siauw, sekaligus bos dari sebuah perusahaan event organizer taraf nasional, Mastermind event organizer. Beliau juga pionir penyelenggara paket training Cinta Quran. Beliau adalah juga owner dari label Sate Kabayan. Selain itu beliau juga seorang yang faqih fiddin sekaligus seorang pejuang Islam. Kesempatan seperti ini sama sekali tidak boleh saya lewatkan.

Saya kontak ust Fatih via sms, tak lama kemudian sms saya pun dibalas. Kami berjanji bertemu di kediaman ust Fatih di Medan. Saya datang mengunjungi ust Fatih bersama dengan seorang sahabat saya, Bang Nain. Ketika pertama kali bertemu dengan ust Fatih, saya sama sekali tidak menyangka usia beliau sudah “setua” itu, sebab wajah beliau memang imut dan baby face (saya sungguh-sungguh, hehe). Obrolan hangat langsung tercipta. Dari obrolan itulah saya banyak menyerap berbagai nasihat.

Dari kiri ke kanan: Koko Johan, Koko Yudi, Mas Felix Siauw, Ruston, Adit, Ishak, Firman, Rizki, Isa, Firdaus. Seusai acara akad nikah Dicky.

Beliau bercerita bahwa kebanyakan orang sekarang sudah tidak lagi bergerak berdasarkan logika, melainkan berdasarkan emosi. Salah satu contoh yang harus kita lihat adalah dari sebuah label kripik super pedas yang saat ini sedang booming lewat twitter, yang asalnya dari Bandung (kawan saya yang tinggal di Bandung bilang bahwa label kripik itu di Bandung sendiri sekarang sudah tidak booming lagi). Tingkat kepedasan dari kripik itu memiliki level-nya masing-masing. Kata beliau, level 7 sampai level 10 itu pedasnya sudah tidak masuk akal dan bisa merusak lambung, tapi masih banyak saja orang yang mengonsumsi label kripik itu.

“Karena itulah kita coba uslub-uslub dakwah yang bisa meraih emosi dan umat, untuk nantinya akan kita arahkan kepada pemikiran-pemikiran Islam idelogis,” ujar beliau.

Ust Fatih juga mendorong aktifitas menulis saya. Beliau mengakui saat ini memang masih sangat jarang pejuang ideologi Islam yang mau sungguh-sungguh bergelut dengan dunia fiksi khususnya novel, padahal di dalamnya ada pasar dan yang sangat besar. Dan beliau mendorong saya untuk bisa tetap fokus dengan bidang yang telah saya sasar sejak awal.

“Kalau antum sudah bisa dikenal sebagai penulis, sampe orang-orang pada bilang, ‘oh Sayf yang nulis novel Khilafah itu ya’, nah itu bagus sekali,” saya jadi terpacu karena dorongan beliau.

Sehari sebelum kepulangan ust Fatih ke Bogor, saya dan bang Nain, juga bang Julianda (kali ini bertiga) diundang lagi ke kediaman beliau. Makan malam yang hangat yang juga dengan obrolan penuh hikmah. Habis makan beliau menghidangkan sate kelinci yang mantap sekali. Baru kali itu saya mencoba sate kelinci, dan saya kesulitan mendeskripsikan rasanya. Tapi tetap saja, obrolan yang penuh hikmah dan ilmu dari beliau lebih mantap daripada sate kelinci yang mantap itu.

Tausyiah Nikah Penuh Barokah

Tanggal 9 september yang lalu saya berkesempatan untuk hadir pada pernikahan adik saya, Dicky, di Sukabumi. Alhamdulillah pada penikahan yang penuh barokah itu mas Felix Siauw hadir pula untuk memberikan tausyiah nikah. Saya jadi agak iri pada adik saya, sebab pernikahannya dihadiri dan diisi oleh seorang pejuang dakwah yang luar biasa seperti mas Felix (beruntung banget tuh anak).

Saat itu pun terjadilah obrolan yang seru dan penuh hikmah dengan Mas Felix. Ternyata beliau sedang menyelesaikan buku beliau selanjutnya yang membahas tentang hijab dan rencananya akan diterbitkan oleh Gramedia. Mas Felix juga memberitahu tentang beberapa tips tembus ke penerbit besar yang menurut beliau saat ini tidak terlalu sulit. Wah, tentunya ini jadi peluang besar bagi penulis-penulis Islam ideologis.

Saya sampaikan kepada mas Felix bahwa hari Senin saya akan ke Bandung, berkunjung ke rumah Pak Salman Iskandar. Tujuan saya ke sana adalah untuk silaturahim sekaligus mengambil beberapa pesanan buku terbitan lama yang akan saya jadikan referensi novel saya selanjutnya. Mas Felix cerita tentang kaum ya’juj dan ma’juj yang dikabarkan dalam hadis-hadis Rasul akan keluar lagi dari tempatnya dan akan berbuat kerusakan di muka bumi ini.

“Hal-hal kaya gitu tanyain aja ke Kang Salman, beliau banyak tahu tentang hal itu,” katanya. Dan apa yang disampaikan mas Felix merangsang rasa ingin tahu saya.

Takjub Kepada Buku

Keesokan harinya, senin tanggal 10 September 2012, saya bersama dengan dua orang sahabat saya yang dulu pernah merintis D’rise mini berangkat ke Bandung. Dua orang sahabat saya ini bernama Ishak dan Ruston. Keduanya termasuk ke dalam jajaran orang-orang yang diam-diam saya kagumi dan teladani karena pada usia lebih muda dari saya mereka telah menorehkan berbagai karya yang luar biasa. Ishak adalah seorang desainer grafis yang karyanya telah bertebaran di seluruh cover D’rise baik saat d’rise masih mini maupun sudah besar. Karyanya telah digunakan di berbagai penerbit. Sementara Ruston adalah seorang mahasiswa yang juga seorang entrepreneur. Ia adalah founder sekaligus owner dari industri kaos ideologis Khilafah Fighter. Pada usia semuda itu ia telah mengelola bisnis beromzet puluhan juta Rupiah dan tidak lagi bergantung pada kiriman orang tua setiap bulannya. Seluruh biaya pendidikan dan biaya hidupnya telah ia tanggung sendiri. Saya percaya orangtuanya pasti sangat bangga memiliki putra sepertinya.

Nah, bersama mereka berdua saya berkunjung ke kediaman Pak Salman Iskandar di Bandung. Pak Salman bukan orang baru dalam dunia tulis-menulis dan penerbitan. Beliau telah memulai karirnya dalam bidang ini bertahun-tahun yang lalu. Ketika mengobrol dengan mas Felix, ia pernah bilang, “waktu saya masih ngedot, kang Salman sudah menulis.” Kalimat itu adalah ungkapan yang sangat cocok untuk menunjukkan seperti apa kiprah Pak Salman. Selain sebagai seorang penulis, beliau juga seorang sejarawan dan ulama. Perjalanan kami bertiga untuk menemui Pak Salman akan menjadi perjalanan yang penuh dengan ilmu dan kebijaksanaan.

Kami sengaja berangkat jam 6 pagi dari Sukabumi, agar bisa sampai di Bandung agak pagian, sehingga bisa menikmati lebih banyak waktu di sana. Ternyata baru menjelang tengah hari kami tiba di rumah Pak Salman (setelah turun dari angkotnya kelewatan), begitu kami menginjakkan kaki di dalam rumah beliau, aroma ilmu dan intelektualitas langsung menguar. Sebuah rak di ruang tamu penuh dengan buku. Bahkan seolah-olah rak buku tersebut sudah kelelahan untuk menampung buku-buku yang sudah hamper overload. Dan komentar Pak Salman semakin membuat kami tercengang.

“Ini baru setengah,” katanya.

Buku-buku yang kami temui di rak buku tersebut hampir semuanya buku tua, ada yang terbitan zaman Soekarno (orde lama), ada juga yang terbitan zaman Soeharto (orde baru). Bahkan Pak Salman menunjukkan koleksi buku langkanya yang menjadi bukti sebuah pembelokkan sejarah oleh rezim Soeharto terhadap Soekarno. Beliau menunjukkan pada kami buku tua tentang biografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams terbitan tahun 1965, bukunya berbahasa Inggris. Dalam sebuah halaman tertulis bahwa Soekarno tidak mau membacakan proklamasi sebelum kedatangan Hatta. Kemudian Pak Salman menunjukkan buku yang sama namun diterbitkan kira-kira setahun kemudian setelah kepemimpinan beralih ke tangan Soeharto. Buku yang terakhir ini terjemahan, dan di dalam terjemahan itulah terjadi pembelokan sejarah yang disengaja. Pada bagian yang sama dengan terbitan sebelumnya terdapat paragraf tambahan yang sama sekali berbeda dengan edisi bahasa Inggris yang terbit tahun sebelumnya. Dalam terbitan yang baru itu disebutkan bahwa Soekarno tidak perlu menunggu Hatta dan Sjahrir untuk membaca teks proklamasi, bahkan Soekarno sama sekali tidak membutuhkan mereka berdua. Konon karena hal ini terjadilah konflik yang berat antara Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Parah, kan.

Obrolan kami juga sampai pada tanda-tanda kiamat berupa keluarnya ya’juj dan ma’juj dari tempat-tempat mereka dan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Lagi-lagi Pak Salman menunjukkan berbagai koleksi bukunya tentang tema ini.

Kaum ya’juj dan ma’juj disebut di dalam Al Quran surah al Kahfi, seiring dengan kisah Zulqarnain yang membuat tembok untuk menutup jalan mereka agar tidak bisa keluar dari tempatnya untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Namun Al Quran tidak memberikan keterangan lebih lanjut tentang siapa itu ya’juj dan ma’juj dan siapa itu Zulqarnain. Dari berbagai referensi yang telah dibacanya, Pak Salman mendapatkan gambaran bahwa ya’juj dan ma’juj adalah kaum nomad dari belahan bumi utara yang gemar berbuat kerusakan di muka bumi ini. Mereka buas dan suka membunuh karena hidup mereka keras. Tidak seperti orang-orang di belahan bumi selatan yang telah memiliki kehidupan yang lebih beradab. Bangsa Mongol dan Tartar yang pernah menghabisi peradaban Islam di Baghdad adalah termasuk ke dalam golongan ya’juj dan ma’juj ini. Kami ternganga dengan berbagai penjelasan yang mengalir indah dari lisan Pak Salman. Selepas ashar barulah kami minta diri.

Karena macet (menyebalkan sekali) kami kemalaman di Bandung, sehingga tidak bisa pulang ke Sukabumi. Akhirnya kami menginap di kosan Ruston, di kawasan Dipati Ukur. Di sana kembali kami berbagi ilmu dan kebersamaan. Subhanallah, Islam memang luar biasa. [sayf]

Sabil Aceh

Dulu, di akhir tahun 2004, ketika Aceh diterjang tsunami yang dahsyat, di berbagai media diputar sebuah lagu Aceh yang terdengar sendu sekali di telinga saya. Seolah-olah di dalamnya ada kepedihan, namun di sisi lain ada sebuah ketegaran yang tangguh, padahal saya sama sekali tidak tahu artinya. Waktu pun berjalan, hidup terus bergulir. Ternyata di kemudian hari lagu Aceh itulah yang mengantarkan khayal saya mengembara ke rimba-rimba Aceh; ke istana Sultan Aceh, istana Darud Dunya; turut merasakan gejolak hati Cut Nyak Dien; turut terbakar dalam tekad Teungku Cik di Tiro; dan ikut berazzam untuk melindungi Nanggroe Aceh seperti Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah.

Para pejuang mujahidin Aceh semasa Perang Sabil melawan Belanda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sekitar bulan Maret 2009, saya bertemu kembali dengan syair Aceh misterius itu. Masa itu, kondisi saya sedang berada dalam keterpurukan. Sudah sejak lama saya azzamkan cita-cita untuk terus menulis, walaupun hidup berat sekali rasanya. Kepayahan hidup itulah yang terus-menerus memaksa saya untuk berhenti menulis, dan kemudian mencari penghidupan yang lain. Namun saya keras kepala, saya ingin membela cita-cita saya itu, apapun yang terjadi. Hingga kemudian Allah membayar mahal tekad saya itu, dengan mempertemukan saya kembali dengan syair Aceh yang misterius tadi.

Pada suatu hari di bulan Maret 2009, habis solat subuh, saya membaca sebuah majalah Islam yang namanya Eramuslim Digest (pinjam dari teman, sebab majalah itu lumayan mahal). Di dalam majalah itu ada sebuah artikel yang menceritakan tentang Perang Sabil, sebuah perang besar muslim Aceh untuk menahan invasi kaphe beulanda. Di sana saya membaca sebuah syair, dan syair itulah yang langsung mengingatkan saya pada syair tsunami tahun 2004 yang lalu. Syair itu adalah dododaidi. Ada sesuatu di dalamnya, yang menusuk ke dalam jiwa saya. Saya sampai menangis membaca syair itu (benar-benar menangis), sebab tergambar di benak saya, betapa tangguhnya perempuan-perempuan Aceh, dan betapa gigihnya muslim Aceh dalam Perang Sabil. Akan saya kutipkan sedikit syairnya:

… Allah hai dododaidang
Seulayang blang ka putoh talo
Beurijang reyeuk muda seudang
Tajak bantu prang tabela nanggroe

Wahe’ aneuk be’k taduek le’
Beudoh sare’ tabela bangsa
Be’k tatakot keu darah ile’
Adakpih mate’ po mak ka rela …

Syair dododaidi mennggambarkan banyak hal kepada kita, bahwa dulu, ketika kaum kaphe datang menjajah, jangan hanya duduk berdiam diri lagi, tegak berdirilah untuk membela bangsa. Hanya satu harapan mereka jika anak-anak mereka tumbuh besar: pergi berperang membela negeri. Jangan takut berdarah, jangan takut mati, bahkan kalau itu terjadi, sang ibu telah rela. Itulah lagu timang-timang para pejuang muslim Aceh. Siapa orangnya yang tidak menangis membaca keteguhan ini! Dan kemudian, seolah-olah spirit itu masuk ke dalam dada saya.

Setelah membaca dododaidi tiba-tiba Allah menanamkan sebuah ide ke dalam kepala saya: saya mesti menulis tentang kisah Perang Sabil Aceh yang menggetarkan ini. Setiap langkah untuk mewujudkan semua novel ini dari awal sampai akhir tergambar jelas di depan mata saya, padahal saya tidak pernah belajar menulis novel kepada siapapun. Mulai dari pengumpulan kisah-kisah sejarahnya, pembentukan kerangkanya, penggarapan cerita, sampai endingnya. Saya berpikir, saya sedang menuliskan sebuah kisah perang yang mungkin belum pernah ada. Perang Sabil di Aceh adalah perang yang panjang, perang besar antara keimanan melawan kekufuran.

Saya pun mulai membenamkan diri dalam sejarah perang sabil, dan semakin saya mendalaminya, saya kian tenggelam dalam samudera tekad yang menggelora. Baru kali itu, saya merasa begitu terpesona pada Aceh, kelak saya akan menjuduli novel saya ini: SABIL.

Kerangka SABIL pun terbentuk, saya mengembangkannya dengan minat dan semangat. Saya menulis seperti orang gila, saya mulai menulis dari habis subuh, dan baru selesai habis isya, hampir nonstop selama 7 bulan. Dan seluruh naskah SABIL saya garap dengan tulisan tangan, naskah asli SABIL dalam bentuk tulisan tangan saya masih saya simpan sampai sekarang. Saya menulis sampai jari saya bengkak, namun saya tidak menyerah. Karena seringnya saya menulis, jari saya pun akhirnya terbiasa. Setelah rampung, saya langsung mengirimkannya ke Mizan, dan langsung tembus. Mizan mengemasnya dalam bentuk dwilogi (dua seri). Buku pertamanya telah beredar sejak September tahun lalu di berbagai toko buku di Indonesia. Buku keduanya sedang dipersiapkan untuk terbit Insyaallah bulan April 2012 mendatang.

Saya ingin mengingatkan kembali generasi kaum muslim, bahwa kita punya nenek moyang yang tangguh, pemberani, dan teguh menggenggam Islam. Mereka mengerti, bahwa ketika mereka hidup dengan menggenggam Islam kuat-kuat, mereka akan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Dengan Islam pulalah, mereka berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan negeri ini dari penjajahan. Apabila kita terpuruk saat ini, maka sebabnya hanya satu: kita tidak lagi menggenggam Islam kuat-kuat sebagaimana dahulu para pendahulu kita menggenggam Islam kuat-kuat.

Dan SABIL saya persembahkan untuk Aceh, untuk Islam, dan untuk seluruh generasi yang tidak sudi menyerah kepada penjajahan.