Cut Meutia dan Tiga Peluru (Bagian 2 dari 4)


Masjid Raya Baiturrahman semasa Perang Sabil.
Masjid Raya Baiturrahman semasa Perang Sabil.

Kenegerian Keureutoe di kawasan Pasai adalah sebuah wilayah yang luas, kaya, dan padat penduduknya. Sejak jaman dahulu kala, wilayah ini telah menjadi tempat orang-orang dari berbagai negeri menuntut ilmu. Ketika Belanda menyerbu Aceh, wilayah Keureutoe ini dipimpin oleh Uleebalang seorang wanita, bernama Cut Nyak Asiah. Wanita ini selain arif dan bijaksana juga amat disegani bahkan sampai keluar wilayah kekuasaannya.

Suami Cut Nyak Asiah adalah Teuku Cik Muda Ali. Dari pernikahan mereka, Cut Nyak Asiah memiliki dua orang anak, yang lelaki adalah Teuku Raja Badai, dan yang perempuan adalah Cut Inong. Sayangnya, kedua anak beliau wafat ketika masih amat muda. Cut Nyak Asiah memiliki seorang saudara laki-laki, bergelar Teuku Bentara Jeumaloi (Teuku Ben Beurgang). Saudara lelaki Cut Nyak Asiah ini memiliki dua orang putra, yakni Teuku Syamsarif dan Teuku Cut Muhammad. Cut Nyak Asiah amat menyayangi kedua keponakannya ini seperti anaknya sendiri. Kedua lelaki inilah yang kelak memiliki kisah yang panjang dengan Cut Meutia.

Anak Seorang Pemimpin

Cut Meutia adalah putri dari Teuku Ben Daud, Uleebalang Peureulak. Sejak kecil pendidikan agama selalu menjadi santapannya. Karena itulah, sebagaimana dituliskan oleh para sejarahwan, perangai beliau elok dan suka menolong, selain cantik dan lembut tutur katanya. Beliau adalah anak perempuan satu-satunya dari Teuku Ben Daud.

Ketika kawasan Keureutoe, Peureulak, dan sekitarnya berhasil dikuasai oleh Belanda, Teuku Ben Daud melanjutkan perlawanan dan memindahkan pusat pemerintahannya ke kedalaman hutan.

Cut Meutia kemudian dinikahkan dengan Teuku Syamsarif yang kemudian bergelar Teuku Cik Bentara. Sepeningggal Cut Nyak Asiah, naiklah Teuku Cik Bentara menjadi uleebalang Keureutoe. Teuku Cik Bentara ini kurang populer di tengah-tengah masyarakat jika dibandingkan dengan Teuku Cut Muhammad. Naiknya Teuku Cik Bentara ke tampuk pimpinan uleebalang bukan karena dukungan rakyat, melainkan karena didudukkan oleh Belanda. Seperti biasa, Belanda hanya mau menaikkan orang-orang yang bisa dengan mudah mereka kendalikan. Sementara Teuku Cut Muhammad adalah seorang pejuang yang terkenal gigih menentang Belanda dan turut terlibat aktif dalam pergerakan untuk mengusir Belanda dari tanah Aceh.

Cut Meutia merasa amat kecewa dengan suaminya. Ia mengira bahwa suaminya adalah seorang yang gagah perwira yang siap memimpin rakyatnya melawan Belanda. Ternyata Teuku Cik Bentara hanyalah seorang antek Belanda. Sementara Cut Meutia sendiri hati dan pikirannya telah terpaut pada perjuangan semenjak lama. Ia lebih suka hidup di bawah denting senjata dan deru derap peperangan mengusir kaphe penjajah, daripada hidup nyaman dan mewah tetapi bertekuk lutut di bawah lars penjajah.

Dengan menguatkan hati dan jiwa, Cut Meutia menggugat cerai kepada Teuku Cik Bentara. Akhirnya bercerailah kedua pasangan itu. Selanjutnya menikahlah Cut Meutia dengan saudara Teuku Cik Bentara sendiri, yakni Teuku Cut Muhammad yang terkenal dengan kegigihannya melawan Belanda. Inilah dia pasangan serasi.

Teuku Cut Muhammad langsung memboyong istrinya yang jelita itu ke hutan untuk menyusun rencana menyerang Belanda. Bersama-sama, mereka menjalin cinta yang suci dan terus bergerak untuk mengusir penjajah dari halaman rumah nanggroe Aceh.

Sultan Aceh kemudian mengangkat Teuku Cut Muhammad sebagai Uleebalang Keureutoe. Terjadilah dualisme kepemimpinan di Keureutoe, antara Teuku Cut Muhammad dengan Teuku Cik Bentara. Pada akhirnya wilayah Keureutoe terbelah menjadi dua. Teuku Cik Bentara memerintah wilayah hilir Keureutoe, kemudian mendapat gelar Teuku Cik Baroh. Sementara Teuku Cut Muhammad memerintah wilayah hulu Keureutoe, kemudian mendapat gelar Teuku Cik Tunong.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.